PESANTREN MEMBAWA BANYAK BERKAH
OLEH: AL-Azkhah
“Di sebuah desa terpencil di wilayah daerah Ronggolawe Tuban berdirilah pesantren salaf yang mengajarkan keagamaan, AL-Qur’an sebagai pedoman dan AL-Hadist sebagai sunnah Nabi. Dengan kiyai yang bersungguh-sungguh mengamalkan ilmu-ilmunya demi santrinya beliau rela mengeluarkan apapun, akan tetapi hasilnya juga sangat memuaskan, semua santri dengan giat dan semangat mengikuti kegiatan yang ada di pesantren.”
Di pagi yang cerah seperti biasanya santri-santri
mengikuti ngaos Al-Qur’an dengan ustadzah. Ada beberapa santri yang
akrab dengan kiyai sekaligus kepercayaan beliau yaitu Rochah, Zahro, Nisa, dan Mida tetapi hanya satu yang kiyai Farid
percayai yaitu Rochah. Zahro
yang kini menjabat sebagai ketua pondok, dia merasa berat dengan tugasnya,
tetapi tak lupa dengan sahabatnya yang saling tolong-menolong satu sama lain.
Rochah sahabat yang paling dekat dengannya, dia selalu mengingatkan satu sama
lain jika ada kelalaian atau kesalahan.
****
(Pesantren NTI Al Barmawy) |
Sore itu Rochah bearkumpul dengan teman-temannya,
tiba-tiba terdengar suara kiyai Farid memanggilnya untuk dibuatkan kopi. Di
saat itu terjadilah percakapan antara kiyai Farid dengan Rochah membahas
tentang kehidupannya selama di pondok
pesantren ini. “rochah’ kamu disini sudah sangat
lama apa kamu tidak pigin pindah yang lebih tinggi lagi”, tanya kiyai. “Mboten
yai kulo tasih pingin mondok teng mriki, ngapdi kaleh njenengan”, Jawab
Rochah. Keinginan Rochah sangatlah
tinggi untuk menuntut ilmu dengan kiyai Farid, di disini hanya untuk
mengapdikan dirinya. Tanpa diduga adzan telah berkumandang, saatnya
santri-santri untuk antri wudlhu dan berjamaah, kiyai Farid mengutus Rochah
kembali kepoondok bersiap-siap sholat magrib. Usai sholat magrib santri harus ngaos
kitab Ta’limul muta’alim dengan kiyai Farid. Sebelum kiyai datang
santri-santrinya harus sudah stand by di mushola, sampai ada santri yang
telat akan mendapatkan hukuman yaitu berdiri didepan sampai pengajian selesai.
Setelah ngaos usai kiyai Farid meminta Rochah untuk dibuatkan makan
seperti biasanya, sekarang kiyai Farid kembali memberikan pertannyaan kepada
Rochah tentang cita-cita. “Khah cita-cita iku opo”, Tanya kiyai. Rochah bingung
harus jawab apa, tapi yang ada dipikirannya selama ini hanyalah ingin mengajar
ilmu keagamaan dan juga bisa membahagiakan kedua orang tuanya. “ kula mboten
gadah cita-cita yai, tapi kula pingin ngajar tentang keagamaan lan biso
babahagiake tiyang sepuh”, jawab Rochah; dengan bergertar dan tidak mengira
bahwa kiyai menanyakan cita-citanya.“ oe . . . cita-citamu pingin dadi guru agama (PAI) semua
keinginanmu pasti akan terwujud, malah kuwe dadi wong sing sukses”, ngendika
kiyai Farid. “ Amin” jawab Rochah punuh dengan penuh rasa bangga. Kemudian
Rochah pamit kepada kiyai untuk kempali kepondok belajar kitab yang barusan diterangkan
oleh kiyai Farid. “ Ngapunten yai kula pamit reyen
badhe ten pondok, belajar kitab”, Pamit Rochah. Akhirnya kiyai mengizinkan
Rochah untuk kembali ke pondok, setibanya dia dipondok membuka kitab yang
barusan diterangkan kiyai. Karena dia terlalu serius belajar kitab tanpa sadar
Rochah ketiduran sampai menjelang pagi dengan membawa kitab.
****
Pagi hari yang begitu cerah ini, santri-santri tengah
bersiap-siap untuk menjalankan ro’an, bisanya santri yang terheboh dengan
adanya ro’an ialah Nisa. Disaat itu ada beberapa santri yang paling bolor dalam
kegiatan ro’an. Dengan keasikan santri-santri kerja bakti tiba-tiba datanglah
kang santri kepercayaan kiyai Farid untuk meminta kunci motor. “ Assalamualaikum,” Ucap kang Ilham dan kang Azmani. “ Waalaikumussalam,” jawab Rochah. Maksud kedatngan
kang santri itu untuk meminta kunci motor kepada kiyai Farid, akan tetap kiyai
baru saja tindakkan ke jakarta, Rochah biasanya mengerti kunci motor itu
ditaruh kiyai dibelakang almari besar yang berisikan kitab-kitab. Akhirnya
Rochah memberikan kunci motor kepada kang Ilham dan kang Azmani, kemudian dua
kang itu berpamitan untuk kembali ke pondok karena banyaknya tugas yang belum
dikerjakan, begitu pula dengan Rochah yang harus membersihkan ndalem
kiyai Farid. Dalam keasikan membersihkan ndalem
kiyai Farid, tiba-tiba datanglah sahabatnya, Mida untuk memberikan informasi
bahwa Rochah mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Universitas Islam
As-Syafi’iyah ( UAI ) yang berarda di Yogyakarta. Rochah tetap tidak percaya
bahwa ia biasa melanjutkan sampai keperguruan tinggi. Atas restu dari kiyai
akhirnya Rochah berangkat ke Yogyakarta bersama tiga sahabatnya, kang santri,
dan kiyai.
****
"Sepuluh tahun kemudian" Selama bertahun-tahun Rochah mengapdikan
dirinya dengan kiyai Farid, suka dan duka ia alami penuh dengan rasa ikhlas tapi
dikemudian hari Rochah merasakan kebahagian, karena dia telah berhasil mengapai
cita-citanya yang selama ini diimpi-impikan menjadi kenyataan.
****
Setelah berahun-tahun Rochah menjalankan kuliah akhirnya
dia telah berhasil diwisuda bersama 3.000 mahasiswa lainnaya. Rasa senang dan
bangga kini telah terungkap karena dia berhasil mengapai cita-citaanya apalagi
dipintu depan ada tiga sahabatnya, santri putra, kiyai, dan kedua orang tuanya.
Orang tua Rochah sangatlah bangga memiliki anak sepertinya, begitu pula dengan
sahabat sejatinya yang tidak menyangka bahwa Rochah bisa sukses seperti ini.
Semua ini hasil dari kerja keras dari mengapdikan diri dengan kiyai.
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar