Asrama putri PP NTI Kebonharjo (Foto:Ma'ruf)

Alittihad  Tuban terkenal dengan keberadaan Waliullah. Sejumlah ulama’ tercatat pernah menyebarkan Islam di kota ini. Hal iutlah yang membuat Tuban menjadi kota dengan jumlah pesantren cukup banyak. Salah satu pesantren terkenal dan cukup tua di Tuban adalah Nahdlatuth Tholibin Al-Islamiyyin (NTII) Kebonharjo Jatirogo. Pesantren yang juga terkenal dengan keberadaan pohon kelapa bercabang sembilannya itu. Tidak heran, banyak juga masyarakat sekitar yang menyebutnya sebagai ‘Pondok kelopo ngepang’.
Pesantren ini menurut sejumlah sumber termasuk salah satu pesantren tua yang berdiri di Tuban. Pesantren ini dipercayai sudah berdiri sejak tahun 1956. Itu artinya, saat ini usianya sudah lebih dari setengah abad. Sang pendiri adalah seorang ‘Alim terkenal pada waktu itu, yakni KH. M Ridlwan. Dalam mendirikan pesantren ini, beliau dibantu oleh ulama’ lainnya, yakni mbah Munawar serta mbah Murtadlo.
KH. Alam Farid, salah seorang pengasuh PP NTI kepada reporter Al-Ittihad, Selasa (24/12) sore mengungkapkan, tadinya PP NTI bukan di lokasi yang saat ini ditempati. Sebelumnya pesantren ini berada di komplek masjid desa.
Kelapa bercabang di belakang asrama putra PP NTI
Namun, selaku pendiri, KH. Ridlwan menginginkan pesantren ini lebih berkembang. Maka, pembangunan dengan alakadarnya mulai dilakukan di lokasi yang lebih luas. Akhirnya, tempat tinggal santri dan aula dengan bentuk panggung mulai dibangun untuk sarana pengajian.
“Dulu lokasi pondok bukan disini. Tempatnya dulu di komplek masjid desa. Namun karena untuk pengembangan, akhirnya lokasi pesantren dipindah di tempat yang sekarang kalian gunakan mengaji itu,” ungkap kyai yang akrab disapa Gus Mad ini.
Terkait dengan nama, Gus Mad menyebutkan, Nahdlatuh Tholibin Al-Islamiyyin dipakai lantaran maknanya memiliki nilai filosofi sangat tinggi. Jika diartikan tiap kata, Nahdlath artinya adalah tujuan, Tholibin merupakan jamak dari tholib yang artinya beberapa santri serta Al-Islamiyyin artinya Islam. Sehingga, kata Nahdlatuth Tholibin Al-Islamiyyin memiliki maksud menjadi pondasi tujuan para santri dalam belajar ilmu Islam.
“Tujuan pesantren ini memang ingin mencetak santri yang bukan hanya tahu Islam, tetapi juga memahami dan tentu saja mengamalkannya,” imbuhnya.
Pada awal berdirinya, sekitar seratusan santri belajar dan berguru kepada KH. Ridlwan, KH. Munawar serta KH. Mustadlo. Ulama’ inilah yang membimbing santri dalam mempelajari Islam melalui kitab-kitab salaf yang sudah ada.
Sepeninggalan KH. Ridlwan, KH. Munawar serta KH. Murtadlo, PP. NTI sekarang di bawah asuhan KH. Fatchorrahman, yang tak lain merupakan putra dari KH. Ridlwan. Dalam membimbing santri, KH. Fatchurrhaman juga dbantu oleh putranya, KH Alam Farid dan juga dua kepnakannya, KH Khafid Kalamillah serta K. Mohtar. Di bawah asuhan KH. Fatchorrahman, PP. NTI semakin berkembang dan hingga kini memiliki sejumlah lembaga yang bersanding bersama dalam memperjuangkan Islam. Lembaga-lembaga itu antara lain adalah MI Ulumiyyah serta MTs Ulumiyyah.
“Alhamdulilah saat ini kita sudah memiliki sejulah lembaga yang bisa diajak kerja sama, ada MI Ulumiyyah dan juga MTs Ulumiyyah. Belum lagi mohon doanya, semoga tahun 2014 bisa mendirikan Madrasah Aliyah Ulumiyyah,” ungkap Gus Mad.
Asrama putra PP NTI (Foto:Jauhari)
Hingga kini, para alumni PP. NTI menyebar ke seluruh pelosok Jawa, bahkan Indonesia. Berdasarkan catatan, Saat ini ada sekitar 150 santri mukim dan kalong yang belajar di PP. NTI. Kajian Fiqh dan Nahwu masih menjadi salah satu menu wajib bagi santri. Selain itu, saat ini juga ada tambahan program untuk rintisan Tahkfid. Menurut penurutan Gus Mad, sudah banyak santri yang tertarik untuk mengikuti program itu di bawah arahan istri beliau, Hj. Fikriyah.
“Sama dengan pesantren lain, santri disini belajar Fiqh dan Nahwu. Dan baru-baru ini pesantren juga mencoba mengembangan program Takhfid bagi para santri,” pungkas Gus Mad. (Tsalisa/Halisyah-Isma)

0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
Majalah Al-Ittihad © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top