Oleh : Ismawati *)
Rintik hujan maish mengguyur tanah
Ulumiyyah, saat Raja Bledeg Jowo sudah satu jam lebih menyendiri, terpaku di
taman istana. Sesekali ia amati bunga mawar yang bergoyong terkena tetesan air
hujan. Seolah memberikan respon terhadap kegundahan raja. Kedua tanganya sesekali
terlipat di dada, seperti sedang berpikir keras tentang persoalan pelik.
“Hemmm,
Alhamdulillah, semenjak jadi raja 20 tahun lalu, berbagai hal positif telah aku
lakukan untuk rakyat. Meskipun masih banyak kekurangan, namun mereka sepertinya
tidak merasa sengsara menjadi rakyatku,” tiba-tiba Raja Bledeg bergumam lirih.
Tidak bisa dipungkiri, di bawah
kekuasaannya, kerajaan Ulumiyyah mampu membuat rakyat hidup bahagia. Segala
fasilitas publik terpenuhi dan dapat dengan mudah diakses. Kebebasan
berpendapat selalu dikedepankan. Belum lagi, penegakan moral dan hukum juga
senantiasa menjadi prioritas. Memang, hal itulah yang menjadi ciri Kerajaan
Ulumiyyah di bawah kendalai Raja Bledeg Jowo.
“Kanda,
sudah selama satu jam lebih engkau berada di taman. Aku perhatikan, sepertinya
ada hal penting tengah kanda pikirkan. Apa gerangan yang membuat kanda seperti
sedang berpikir keras,” tiba-tiba sang permaisuri, Ratu Blantikan sudah berada
tepat di belakang Raja Bledeg dengan membawa secangkir teh.
Tersentuh hati Raja Bledeg melihat
besarnya perhatian ratu Blantikan kepadanya. Dengan penuh kelembutan ia tatap
dalam-dalam perempuan yang sudah menemaninya selama belasan tahun itu.
Seketika, pikirannya melayang ke masa lalu, saat sang permaisuri selalu memberikan
semangat untuk menyelesaikan setiap masalah kerajaan.
“Wahai
ratuku, menurutmu apalagi yang masih kurang dari kerajaan kita,” tanya Raja
Bledeg lembut kepada Ratu Blantikan.
“Ya kanda, selama ini rakyat sudah hidup
damai, pesantren tumbuh dimana-mana, tidak ada satupun anak di kerajaan ini
yang putus mengenyam pendidikan pesantren,” sahut sang permaisuri.
“Namun, sesungguhnya masih ada satu hal
yang membuat kita harus selalu berpikir keras,” lanjut Ratu Blantikan.
Mendengar ungkapan yang terlontar dari
sang permaisuri, raut muka Raja bledeg semakin terlihat berpikir keras. Jelas
terlihat lipatan-lipatan kulit di keningnya, menandakan bahwa ia sedang
benar-benar memikirkan apa yang disampaikan
permaisurinya itu.
Tiba-tiba dari kejauhan terlihat Patih
Ireng Crumut yang sepertinya akan membawa informasi penting bagi baginda Raja
Bledeg. Ternyata benar, Patih Ireng Crumut mengatakan bahwa ada pejabat
kerajaan yang melakukan penggelapan dana untuk disumbangkan kepada rakyat
miskin. Pejabat kerajaan tidak mematuhi peraturan, dana yang seharusnya untuk
rakyat diambil paksa oleh pejabat kerajaan. Mendengar berita itu, Raja Bledeg
Jawa sangat kesal dan geram terhadap para pejabat kerajaan itu.
Problem yang telah dilaporkan oleh patih
Ireng Crumutsaja belum diatasi, tiba-tiba Ki Hamad Humud bin Himad Himid,
penasehat agung Istana Ulumiyyah tergopoh memberikan kabar mengenai sepak
terjang kerajaan Sarkem, yang kesehariannya melestarikan tindakan bertentangan
dengan ajaran Islam. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang biadab dan keji. Raja
Tuning alias Untu Kuning. Ratu Tumo Sewu, ratu kegelapan bersifat tamak angkuh
dan manja, serta Patih Bibir Monyong Lima Senti atau biasa dikenal Patih
Bimoli. Patih ini sudah berpuluh-puluh tahun mengabdi kepada Raja Tuning.
Di kerajaan Sarkem, kehidupannya jauh berbeda
dengan kerajaan Ulumiyyah. Di kerajaan Sarkem banyak rakyat sengsara, korupsi
merajalela, kekerasan dimana-mana. Bahkan ada yang mengaku ustadz, tapi
tindakannya bejat. Setelah mendengar laporan dari Patih Crumut dan Ki Hamad Humud,
seketika Raja memerintahkan mereka dan para prajurit untuk datang ke kerajaan
Sarkem, menemui Raja Tuning dan Patih Bimoli. Pesannya adalah, agar kerajaaan
Sarkem segera menghentikan semua tindakan minim peradaban itu.
Setiap pagi rakyat kecil di kerajaan
Sarkem harus pergi ke sawah, Namun,
semua sawah itu milik Raja Tuning. Mereka harus bekerja paksa dari pagi
hingga siang tanpa upah sepeser pun. Mereka harus mengabulkan perintah prajurit
sarkem, karena yang memerintah adalah Raja Tuning. Jika tidak, rakyat tidak akan
mendapat jatah makan dan mati kelaparan.
******
Sementara itu nan jauh di sana, para
prajurit Sarkem terlihat sedang menyiksa rakyat kecil. Karena takut kepada
prajurit, rakyat pun berlarian untuk menghindari penyiksaan itu. Akhirnya
beberapa rakyat pun tertangkap dan kemudian bersujud didepan prajurit.
“Ampun tuan, jangan siksa kami, kami
sudah tidak punya apa-apa lagi. Hasil panen sudah diambil oleh pencuri dua hari
lalu,” kata seorang jelata sambil menangis.
“Ha
…ha …. Salahmu sendiri tidak menjadi pejabat kerajaan, dasar rakyat miskin,
tengil, rasakan ini,” ceplos salah seorang prajurit dengan sangar.
Kata-kata dan perbuatan yang tidak
seharusnya terjadi malah dilakukan oleh prajurit kerajaan. Begitulah hal yang
terjadi pada kerajaan Sarkem, penindasan dan kesemana-menaan hampir setiap hari
dilakukan oleh kerajaan. Mereka mengatas namakan kekuasaan. kekuasaan dari
raja, olah raja dan untuk raja sendiri. Tidak terdengar kata demokrasi
kerakyatan di sana.
******
Seperti biasa, sore itu Raja Tuning dan
Ratu Tumo Sewu sedang mengadakan pesta kecil untuk menghabiskan uang rakyat.
Pesta itu juga diikuti oleh Patih Bimoli, Patih Super cengengesan, namun sangat
garang.
“Gusti untuk kuning, apa yang menjadi
keinginanmu pasti akan terlaksana, semua jenis kuda sudah engkau koleksi, mulai
dari kuda binal hingga kuda poni. Belum lagi, dimana-mana engkau membeli
perusahaan dan menenggelamkan orang-orang kecil dan tengil itu. Ha, ha, ha,“
dengan pedenya Patih Bimoli mengatakan itu kepada raja.
Semua perintah gusti Untu Kuning harus
terkabulkan. Tak ada seorang pun yang boleh menghalanginmya. Begitu pula Ratu Tumo
Sewu. Yang terkenal sangat manja. Setiap hari harus ada pelayan yang melayaninya,
menyuapinya, sampai harus ada pelayanan yang menyisir rambutnya. itulah sifat
manja dan ego ratu Tumo Sewu yang selalu saja mementingkan diri sendiri. Raja
Tuning tak segan menuruti semua keinginan sang permaisuri pujaan hatinya itu.
Tanpa diduga, di tengah suasana itu datang
utusan Kerajaan Ulumiyyah, Ki Hamad Humud dengan membawa serta prajurit.
“Hei…. Siapa kalian semua,
berani-beraninya masuk ke wilayah istana Sarkem tanpa izin,” hardik Patih
Bimoli dengan wajah garangnya.
“Kenalkan, aku Ki Hamad Humud bin Himad
Himid dari kerajaan Ulumiyyah. Aku mrene gowo pesen saka rojaku. Roja Bledeg
jawa. Lerenono tindakan bejatmu, balikno ning ajaran sing bener, yoiku ajaran
Agama Islam,” jawab Ki Hamad Humud tenang.
Raja Tuning kesal karena dinasehati oleh
orang yang tidak dikenal. Apalagi ia seorang raja. Karena tidak terima, Raja
Tuning memerintahkan Patih Bimoli untuk memeberikan pelajaran bagi tamu tak
diundang itu. Akhirnya, pertarungan sengit terjadi antara Patih Bimoli dan
prajurit Ulumiyyah. Hingga akhirnya pada pertarungan itu, Patih Bimoli berhasil
mengalahkan Ki Hamad Humud beserta prajuritnya.
“Beres Gusti, sudah teratasi,” Ujar
patih Bimoli bangga.
“Kandakno
pesenku marang rajamu, sesok tak tantang duel neng padang perbatasan. Yen
kerajaanmu kalah, kudu manut marang kerajaanku. Sebalike yen kerajaanku kalah, aku
bakal tunduk karo kerajaanmu.” Sumbar Raja Tuning kepada Ki Hamad Humud yang
tergeletak terkena tenaga dalam Patih Bimoli.
Dengan tergopoh rombongan kerajaan
Ulumiyyah pun meninggalkan kerajaan Sarkem. Mereka gagal menyampaikan pesan
Raja Bledeg Jowo kepada Kerajaan Sarkem.
Seketika setelah sampai di istana
Ulumiyyah, Ki Hamad Humud menyampaikan apa yang dialaminya saat berada di
Kerajaan Sarkem. Setelah mendengar panjang kabar itu, Raja Bledeg segera memanggil
patih Ireng Crumut, patih yang sangat sakti dan pemberani membela kebenaran. Saat
itu juga Raja Bledeg Jowo memerintahkan Patih Ireng Crumut untuk menyiapkan
pasukan guna menghadapi tantangan Kerajaan Sarkem.
“Siapkan pasukan, musnahkan Sarkem.
Jangan sampai kebatilan terus menerus terjadi,” ungkap Raja Bledeg berapi-api.
******
Akhirnya saat yang ditunggu pun datang
juga. Siang itu Raja Tuning, Patih Bimoli dan pasukannya telah memenuhi wilayah
perbatasan. Nampaknya pasukan terbaik sudah dipersipakan oleh Sarkem.
“Mana Kerajaan Ulumiyyah, sepertinya
mereka tidak berani menerima tantanganku kemarin. Ha….ha….,” sumbar Raja Tuning
dengan lantang.
Sejurus kemudian, tiba-tiba datang Patih
Crumut, Ki Hamad Humud dan prajurit Ulumiyyah mendekati mereka.
“Punya nyali juga kalian,” Sambut Raja
Tuning sedikit menggertak.
“Becik ketitik olo ketoro, kebenaran pasti
akan menang.” Sahut Patih Crumut menggelegar.
Tanpa mengulur-ulur waktu, para prajurit
Sarkem langsung menyerang prajurit Ulumiyyah. Pertempuran sengti antar dua
kerjaan pun benar-benar tak terelakan. Banyak yang terluka dari kedua belah
pihak. Karena pasukan dari kedua kerajaan sama kuat, maka pertempuran menjadi
satu lawan satu. Hanya beberapa prajurit yang masih bisa bertahan dalam
pertempuran. Namun, akhirnya semua semua prajurit dari kedua belah pihak
benar-benar tergeletak tak berdaya.
Ki Hamad langsung menyerang Patih Bimoli
dengan jurus bangau andalannya. Patih Bimoli memang sakti, Ki Hamad yang kali
ini mengelurkan semua tenaga dalamnya itu pun, kembali takluk di tangan Patih
Bimoli. Akhirnya Ki Hamad mundur dan digantikan oleh Patih Crumut. Kini, Patih
Bimoli sedikit kuwalahan menghadapi Patih Crumut. Kedua patih ini sangat sakti
mandraguna. Tidak ada yang kalah dalam duel antar keduanya. Namun, saat jurus
ular terbang dikeluarkan oleh Patih Crumut, akhirnya Patih Bimoli roboh dengan
luka dalam.
“Hebat juga dirimu, bisa mengalahkan
patihku. Namun tidak denganku. Rasakan ini,” hardik raja Tuning sembari
mengarahkan jurus pertama kepada Patih Crumut.
Pertempuran sengit pun terjadi antara
Raja Tuning dan Patih Crumut. Jual beli serangan pun terjadi. Adu tenaga dalam
tingkat tinggi membuat tanah tempat mereka berdiri tergetar hebat. Namun, saat
lawan lengah, Raja Tuning berhasil mendaratkan pukulan harimaunya tepat
mengenai dada Patih Crumut. Tentu saja Patih Crumut terkapar dengan darah segar
mengalir dari hidung d.
“Ha …., kalian belum tahu siapa Raja
Tuning, berani –beraninya melawan, ternyata kerajaan Ulumiyyah tidak ada
apa-apanya dengan Sarkem, berarti kerajaanku yang terkuat.” Ucap Raja Tuning
dengan congkak dan telinganya.
Wesssss. Tiba-tiba datang Raja Bledeg dari
bali bukit tempat mereka bertempur.
“Pertempuran yang sesungghnya belum usai.
Kerajaan yang benar tidak akan musnah, ayo maju kita selesaikan ini secara ksatria,”
ucap raja Bledeg yang bijaksana ini tenang.
Pertempuran sengit, akhirnya kembali
terjadi antara dua raja beda aliran ini. Kebenaran melawan kebatilan. Kedua
raja ini saling mempertahankan kerajaannya. Raja Bledeg harus membela kebenaran,
karena tidak ingin kebatilan terus menerus terjadi.
Dalam hati, Raja Tuning mengakui baru
kali ini mendapat musuh yang cukup tangguh, hingga ia harus mengeluarkan semua
kekuatannya. Pada sebuah kesempatan, pukulan Raja Tuning bersarang tepat di ulu
hati Raja Bledeg. Raja Bledeg pun tersungkur, meskipun akhirnya dengan tertatih
bisa bangun kembali.
Pertempuran tingkat tinggi pun kembali
berlanjut. Kali ini mereka terlihat beradu kekuatan di atas udara. Kali ini,
beberapa kali tendangan gledeg Raja Bledeg mengenai muka Raja Tuning. Puncaknya,
dengan sisa tenaga Raja Bledeg mengeluarkan jurus cakar harimaunya yang
benar-benar membuat Raja Tuning tergeletak. Ia pun tidak bisa lagi melakukan
perlawanan.
Pertempuran ini akhirnya benar-benar
selesai dengan kekalahan Raja Tuning. Raja Tuning beserta pasukan Sarkem pun
mengakui kekalahan. Seketika Raja Tuning beserta anak buahnya yang tersisa bersujud
di kaki Raja Bledeg meminta ampun.
“Ampun Raja Bledeg, kami mengakui kalah,
kami taubat. Engkau memang raja yang tangguh sakti mandraguna,” ucap Raja Tuning terbata diikuti pasukannya.
“Ya sudah, karena kerajaan kalian kalah,
maka segeralah menghentikan perbuatan bejat kalian, taat dan bertakwalah kepada
sang pencipta, menjalankan perintah dan menjahui larangan-Nya. Amalkan pesan Amar
Ma ‘ruf Nahi Munkar, maka kalian semua Insya Allah hidup sejahtera,” sabda Raja
Bledeg menasehati Raja Tuning dan pasukannya.
******
Gembiralah hari Raja Bledeg Jawa dan
rakyatnya melihat musnahnya kerajaan Sarkem. Pada akhirnya bekas wilayah Sarkem
didirikan sebuah kerajaan dibawah komando Ulumiyyah. Rakyatnya hidup rukun,
damai, aman, sentosa dan tidak pernah lagi terdengar kabar trafficking,
korupsi, kekerasan dari aparat kerajaan serta terorisme akibat kesalahan memahami
ajaran agama.
Semboyan-semboyan Kerajaan Ulumiyyah
selalu membahana ke semua penjuru negeri. Dalam setiap pojok wilayah Ulumiyyah
terpampang tulisan besar yang menjadi slogan kerajaan itu, ‘pemimpin yang baik
adalah pemimpin yang senantiasa merasakan kepahitan yang dirasakan oleh
rakyatnya, dan kemudian berusaha merubahnya menjadi buah manis dan bisa dipetik
pada suatu saat nanti, meskipun hanya seteguk’.
*) Ismawati, eks pemimpin Redaksi Al-Ittihad Majalah Ulumiyyah.
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar