Di depan sebuah padepokan tua
Sore itu engkau berdiri terpaku
Mata indahmu menerawang kosong menyapa senja
Bibirmu terkatup rapat
Namun aku bisa merasakan nyaring gemercak suara hati
Hati seorang bidadari

Bidadari
Aku sudah merasakan kegundahan sedang menyelimutimu
Aku juga sudah merasakan kepak sayapmu ingin terbang melayang jauh
Bahkan aku juga sudah merasakakan debar jantungmu mengintip kebahagiaan

Wahai bidadari
Dengarkanlah tuturku
Pada saatnya nanti akan kubisikkan sebuah lafadz terindah di telingamu
Akan kukirim mawar terwangi pada lubuk hatimu
Akan kuselipkan permata berkilau pada leher jenjangmu
Dan akan kutuntun mesra dirimu menuju padang sabana
Sangat mesra
Awalnya, hanya kita berdua

Bidadari
Untuk kali ini saja
Teguhkanlah tekadmu
Tanamkanlah benih kesucian dalam setiap langkah
Rengkuhlah jernih embun pagi itu agar ia selalu membasahi kepolosanmu
Jangan biarkan fatamorgana bergelayut manja dalam setiap hembusan nafas

Wahai bidadari
Sering kulantunkan pada sunyi malam sebuah tembang rindu
Kucabik-cabik ribuan kertas
Kujelajahi setiap jengkal tanah tak bertuan
Semua hanya untukmu wahai bidadari

Masih di depan padepokan tua itu
Pada sebuah senja Engkau tetap berdiri terpaku
Tak satupun celoteh dari mulutmu
Justru butiran Kristal tercongkel dari mata yang mendadak sayu
Engkau menangis
Aku bertanya kepadamu
Mengapa tangisan tercongkel dari matamu
Engkau diam tak bergeming
Aku bertanya kepadamu
Siapa yang mencongkel tangisan dari matamu
Engkau tetap tidak bergeming
Dan aku bertanya kepadamu
Untuk apa engkau congkel tangisan dari matamu
Engkau juga tetap diam tak bergeming

Bidadari
Bersoleklah layaknya bidadari
Karena memang engkau seorang bidadari
Tersenyumlah layaknya bidadari
Karena memang engkaulah bidadari

Hingga suatu waktu nanti
Di depan padepokan tua itu
Saat senja datang
Tangisanmu akan kembali tercongkel
Tangisan seorang bidadari 

Oleh : Bledeg Biru

0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
Majalah Al-Ittihad © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top