KH. Fathcurrahman
AL-ITIHAD Edisi 1 –

Hadapi Globalisasi, Pesantren Salaf Harus Tetap Dipertahankan

Salah seorang Ulama’ NU terkemuka Tuban, KH. Fathcurrahman berpesan agar keberadaan pondok pesantren dengan model salaf harus selau dijaga dan dipertahankan. Menurutnya, nilai yang diajarkan pada pesantren salaf akan mampu menjadi filter dalam menghadapi arus globalisasi yang semakin gencar hadir di tengah masyarakat. Pengasuh Pondok Pesantren Nahdlatuth Tholibin al-Islamiyyin (PP NTI) Kebonharjo Jatirogo ini berpandangan, secara umum ada empat pilar yang menjadi nilai pesantren salaf. Empat pilar itu adalah Ilmul Ulama’ (ilmunya ulama’), biadlil Umaro (Pemimpin yang adil), Bisakhowatil Aghnia (Lumone wong sugeh) serta bidu’ail fuqoro (Doa para fuqoro’). Empat pilar itulah yang harus senantiasi dijadikan oleh santri dan orang-orang NU dalam mengahadapi era perkembangan jaman.



Dengan berpedoman kepada empat pilar tadi, maka umat Islam tidak akan mudah tergiur dan terombang-ambing oleh produk globalisasi yanbg tidak sesuai dengan kandungan Ahlus Sunah wal jama’ah. “Pesantren salaf itu mengajarkan ilmu dengan pedoman emapt pilar, Ilmul Ulama’, Bi’adlil Umaro, Bi Sakhowatil Aghnia dan Bidu’ail Fuqoro’. Empat pilar itu yang oleh Kanjeng Nabi harus dijadikan pilar dalam hidup di dunia. Maka, santri harus berpedoman pada hal itu, saat nanti mengamalkan ilmu di tengah masyarakat. ” terang kyai kharismatik ini.

Kyai Fatchurrohman menilai, secara eksplisit ancaman yang paling nyata terhadap orang NU dalam era saat ini adalah banyaknya orang-orang yang justru apatis terhadap golongan Ulama’. Untuk menangkal itu, sudah selazimnya seorang ulama’ harus mampu berpendirian dan memiliki sikap sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Islam. Sebaliknya, seorang pemimpin harus juga tetap meminta nasehat dan arahan dari ulama’. 

“Sebaik-baiknya ulama adalah yang tidak mundak-munduk ke pejabat, dan sebaik-baiknya pejabat adalah yang selalu meminta nasehat kepada ulama’. Hal itu harus selalu dipegang oleh semua orang NU,” tutur ulama’ yang pernah berguru langsung kepada Kyai Dalhar Watucongol ini.

Kyai Fatchoer mengaku miris dan prihatin dengan keberadaan pondok pesantren salaf yang beberapa diantaranya mulai banyak terkikis. Hal itu menurutnya sebagai dampak dari perkembangan jaman yang memang sulit terbendung. Banyak pesantren yang tadinya getol mempertahankan nilai salaf, akhirnya luntur terkikis karena dampak globalisasi.

Ia mencontohkan, banyak pesantren salaf yang saat ini mulai mengendorkan kajian kitab kuning, hanya lantaran mengikuti perkembangan jaman. Kajian kitab kuning dengan model salaf intensitrasnya banyak berkurang lantaran menyesuaikan kebutuhan pendidikan formal santri. Dampaknya adalah output santri era sekarang banyak yang jauh berbeda dengan satri dulu, termasuk pemahaman kitab kuning.

 “Secara tersamar yang mau menghancurkan NU itu banyak. Untuk itu orang NU harus tetap solid dan bersatu di tenagh globalisasi jaman. Caranya, salah satunya adalah tetap mempertahankan kebneradaan pesanren salaf,” kata kyai Fathcoer.

 Namun begitu, kyai Fathcoer mengharapkan, NU harus mengikuti perkembangan jaman, tentu dengan tetap menyeleksi hal-hal yang tidak sesuai dengan faham Ahlus Sunah wal Jama’ah. Kyai yang juga pernah nyantri di Tegaldowo magelang ini berharap, orang NU tidak menganggap globalisasi sebagai sebuah ancaman.

Globalisasi merupakan konsekwensi logis dari era perkembangan jaman yang harus tetap dihadapi. Jalan tengahnya menurut kyai sepuh ini adalah, nilai salaf harus sellau disejajarkan dengan pendidikan formal yang saat ini banyak dicanangkan oleh pemerintah. Dengan kata lain, pendidikan formal tetap penting, namun tetap, dalam prosenya nilai-nilai salaf harus senantiasa diprtahankan dan dijadikan pedoman. Itu penting, agar keaslian faham Ahlus Sunah wal Jama’ah tetap terjaga dan dijalankan oleh orang NU, dimanapun dan kapanpun jamannya.

 “Sekolah formal itu penting, namun nyantri di pesantren juga jauh lebih penting. Jalan tengahnya ya, mensejajarkan anatar keduanya. Agar kita, sebagai orang NU tiodak mudah tergoda oleh dampak negatid globalisasi,” pangkasnya. (rep by: Ismawati/Matin)

0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
Majalah Al-Ittihad © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top