Oleh : Bledeg Biru
Sebelum mempelajari berita, kita harus tahu terlebih dulu apa itu
jurnalistik. Istilah jurnalistik dapat ditinjau dari tiga sudut pandang:
harfiyah, konseptual, dan praktis. Secara harfiyah, jurnalistik (journalistic)
artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya “jurnal” (journal),
artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis
yang berarti “hari” (day). Asal-muasalnya dari bahasa Yunani kuno, “du
jour”yang berarti hari, yakni kejadian hari ini yang diberitakan dalam
lembaran tercetak atau elektronik.
Secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut
pandang: sebagai proses, teknik, dan ilmu.
1. Sebagai proses, jurnalistik adalah “aktivitas” mencari,
mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media
massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis).
2. Sebagai teknik, jurnalistik adalah “keahlian” (expertise)
atau “keterampilan” (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel,
feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan
peristiwa (reportase) dan wawancara.
3. Sebagai ilmu, jurnalistik adalah “bidang kajian” mengenai
pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide)
melalui media massa.
A. Pengertian Berita
Berita adalah laporan, karangan, atau informasi mengenai suatu
kejadian atau peristiwa yang terkini (aktual) sesuai dengan fakta yang terjadi.
Contoh, berita tentang sebuah kecelakaan, kebakaran, perampokan, kunjungan
presiden ke suatu daerah, dan lain sebagainya.
Prinsip-prinsip
dasar yang harus diketahui wartawan atau penulis dalam menulis berita adalah :
1.
Kejujuran : apa
yang dimuat dalam berita harus merupakan fakta yang benar-benar terjadi.
Wartawan tidak boleh memasukkan fiksi ke dalam berita.
2.
Kecermatan:
berita harus benar-benar seperti kenyataannya dan ditulis dengan tepat. Seluruh
pernyataan tentang fakta maupun opini harus disebutkan sumbernya.
3.
Keseimbangan:
Agar berita seimbang harus diperhatikan:
Agar berita seimbang harus diperhatikan:
a)
Tampilkan fakta
dari masalah pokok
b)
Jangan memuat
informasi yang tidak relevan
c)
Jangan
menyesatkan atau menipu khalayak
d)
Jangan
memasukkan emosi atau pendapat ke dalam berita tetapi ditulis seakan-akan
sebagai fakta
4.
Kelengkapan dan
kejelasan : Berita yang lengkap adalah berita yang memuat jawaban atas
pertanyaan who, what, why, when, where, dan how.
5.
Keringkasan : Tulisan
harus ringkas namun tetap jelas yaitu memuat semua informasi penting.
B.
Macam-macam
fakta dalam berita
1.
Fakta
Psikologis, yaitu fakta tentang suatu peristiwa yang didapat dari komentar atau
keterangan orang yang ahli mengenai topik berita yang diambil. Contoh, ketika
menulis berita tentang kecelakaan, maka fakta psikologisnya adalah komentar
dari pihak kepolisian, saksi atau korban.
2.
Fakta
Sosiologis, yaitu fakta yang bisa diraskan sendiri oleh panca indera. Seperti
kasus kebakaran, maka fakta sosiologisnya adalah keberadaan sisa abu kebakaran
atau api yang masih menyala.
3.
Jenis-jenis
Berita
1.
Straigh News :
Berita langsung, ditulis apa adanya secara singkat, apa adanya dan lugas.
2.
Berita Kisah
(Feature) : Berita yang menggunakan pelacak latar belakang suatu peristiwa dan
dituturkan dengan gaya bahasa yang menyentuh perasaan, dengan penyajian yang
indah dan menarik pembaca, sehingga tak jarang di situ muncul sudut pandang
penulisnya sendiri.
3.
Reportase
(Interpretative news) : Berita yang disajikan berdasarkan pengamat dan
sumber tulisan, serta mengutamakan rasa keingintahuan pembaca.
4.
Unsur Berita
Berita yang
baik adalah berita yang bisa memberikan jawaban atas :
1.
What/Apa : Apa
yang akan kita beritakan, seperti kebakaran dan lain sebagainya.
2.
Who/Siapa :
Siapa yang menjadi subyek berita tersebut
3.
When/Kapan : Waktu
peristiwa/kejadian
4.
Where/Dimana : Tempat
peristiwa/kejadian
5.
Why/Kenapa : Alasan
atau sebab pada peristiwa
6.
How/Bagaimana : Proses
terjadinya sebuah peristiwa
5.
Judul Berita
Judul
berita memiliki beberapa fungsi, beberapa diantaranya adalah untuk menarik
minat pembaca; merangkum isi berita; melukiskan “suasana berita”. Judul berita
sebaiknya sesuai dengan teras/awalan berita. Artinya, tidak ada pertentangan
antara judul dan kalimat di awal berita.
Judul
berita hendaknya ditulis dengan menggunakan kalimat berita, dan bukan kalimat
pertanyaan. Dalam membuat judul berita, gunakanlah kalimat yang simpel, jelas
serta sedikit ‘provokatif’, untuk menggugah selera pembaca. Jangan terlalu
menggunakan kalimat baku atau terdapat koma dalam judul berita, karena pembaca
akan cenderung kurang tertarik. Batasan judul berita yang baik terdiri dari
tujuh kata, tidak lebih. Contoh judul berita : Rumah Bos Rongsok Disatroni
Maling, Siswa MTs Ulumiyyah Gagalkan Penyelundupan Sabu-Sabu.
STRAIGHT NEWS
Straight news
ditulis dengan menggunakan gambaran piramida terbailk. Langkah pertama yang
harus dilakukan dalam menulis straight news adalah menjelaskan maksud dari
judul. Judul sudah terjelaskan pada paragraph pertama. Misalkan kita mengambil
judul pedagang kaki lima dirampok, maka pada paragraph pertama kita harus sudah
bisa menjelaskan tentang judul tersebut.
Contoh, seorang
pedagang kaki lima yang biasa mangkal di jalan Lasem-Jatirogo, Sabtu (23/9)
malam, dirampok saat hendak menutup lapaknya. Korban bernama Parjo (29) warga
Desa Kebonharjo Kecamatan Jatirogo Kabupaten Tuban. Itu kira-kira _aragraph
pertama untuk straight news yang berjudul ‘pedagang kaki lima dirampok’.
Perlu juga
diingat, dalam tulisan straight news, setiap paragraph harus ada yang
bertanggung jawab (siapa nara sumbernya).
Setelah judul
terjelaskan, maka kita bisa melanjutkan dengan menulis kapan (when) kejadianya
dan siapa korban atau pelakunya (who). Dan selanjutnya kita bisa melanjutkan
dengan menggambarkan dimana (where) terjadinya peristiwa tersebut. setelah
semua itu terjelaskan, baru kita menggambarkan sebab (why) dan bagaimana/proses
(how) terjadinya peristiwa tersebut.
Variasi urutan unsur
berita untuk straight news yang ideal adalah :
1.
What/apa. Judul
berita harus dijelaskan pada paragrap pertama.
2.
When/kapan.
Kapan terjadinya peristiwa yang kita tulis. Penulisan untuk waktu untuk berita
yang benar adalah (22/9), artinya 22 Sepetmber.
3.
Who/siapa.
Siapa subyek dari peristiwa tersebut. subyek bisa berarti korban, pelaku atau
saksi mata, seperti polisi atau warga.
4.
Where/dimana.
Dimana lokasi peristiwa itu terjadi.
5.
Why/mengapa.
Penyebab terjadinya peristiwa itu apa.
6.
How/bagaimana.
Bagaimana proses terjadinya peristiwa tersebut.
Variasi lainnya adalah :
1.
What
2.
Who
3.
When
4.
Where
5.
Why
6.
How
Atau, bisa dengan urutan :
1.
Who
2.
What
3.
Where
4.
When
5.
How
6.
Why
CONTOH BERITA STRAIGHT
Menteri
Perumahan Rakyat Resmikan Rusunawa Al-Anwar
SARANG, MataAirRadio.net – Menteri
Perumahan Rakyat Djan Faridz, Jumat siang, (7/9), meresmikan Rumah Susun
Sederhana Sewa (Rusunawa) milik pondok pesantren Al-Anwar, asuhan KH Maimun
Zubair, di Desa Kalipang, Sarang.
Sebelum
penandatanganan prasasti yang berisi tentang pembangunan Rusunawa, Djan Faridz
menyempatkan memberikan sambutan. Inti sambutannya, Djan Faridz mengharapkan
rumah susun yang nantinya juga difungsikan untuk mahasiswa Sekolah Tinggi Agama
Islam (STAI) Al-Anwar itu agar dimanfaatkan dan didayagunakan dengan baik.
Selain itu, ia
juga menyatakan, pemerintah dalam waktu yang akan datang akan membantu
pengadaan infrastruktur terkait pendidikan di pesantren melalui kerja sama
dengan Kementerian Agama.
“Ke depan kita
juga akan mengusahakan hal yang sama untuk pesantren-pesantren lainnya,”
ungkapnya kepada wartawan.
Dalam acara
itu, Djan Faridz juga didampingi oleh Menteri Agama, Suryadharma Ali, yang
dijadwalkan akan memberikan kuliah umum untuk mahasiswa STAI Al-Anwar, serta
sejumlah santri dan tamu undangan yang hadir.
Pada kesempatan
yang sama, ketua yayasan Al-Anwar KH. Aufal Marom, menyatakan senang dan
bahagia atas kedatangan dua menteri itu. Ia berharap, segala sumbangsih yang
diberikan oleh Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Agama dapat
memberikan dampak positif untuk pesantrennya secara umum. (Ilyas al-Musthofa)
Jangan
Pisahkan Agama Dan Yang bukan Agama
SARANG, Suararembang.net – Menteri Agama
Republik Indonesia, Suryadharma Ali, berpendapat bahwa kesalahan terbesar yang
sering dibuat oleh kalangan santri adalah terlalu memisahkan persoalan agama
dan yang bukan agama. Hal itu ia sampaikan dalam rangkaian kuliah umumnya di
kampus Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Anwar, Sarang, Jumat (7/9) siang.
“Kesalahan
terbesar kita (santri) adalah memisahkan ini agama dan itu bukan agama. Apalagi
hal itu dilakukan dengan pikiran yang sempit,” papar menteri agama dalam
kuliahnya yang diikuti oleh ribuan santri, mahasiswa dan masyarakat umum itu.
Secara eksplisit
Suryadharma Ali menjelaskan, segala sesuatu yang tercipta di muka bumi pada
dasarnya diperuntukan bagi manusia agar dieksplorasi sesuai dengan manfaat dan
kegunaannya secara proporsional. Sehingga, menurutnya keliru jika hanya agama
yang memiliki relasi dengan Tuhan.
“Allah
menciptakan segala sesuatu untuk dimanfaatkan. Itu tidak bisa tanpa ilmu.
Salah, jika kita berpikir hanya agama yang memiliki relasi dengan tuhan,”
terangnya yang sontak membuat peserta kuliah memberikan applaus panjang.
Oleh karena itu
ia berpandangan, Islam membutuhkan pengajar-pengajar modern yang bisa
menselaraskan antara agama sebagai pedoman dengan pengetahuan umum ketika sudah
memasuki ranah pengamalan. Salah satu cara untuk mencapain hal itu, lanjut dia,
adalah dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dengan segala bentuknya.
“Semua
mahasiswa atau santri, jika mau mencapai hal itu harus terbuka pikirannya dari
ilmu-ilmu lainnya dengan tetap memperkuat ilmu (agama). Jika kita tidak bisa
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, sarjana Islam akan tertinggal dan
ditinggalkan,” imbuhnya lagi.
Pada kesempatan
itu juga, Suryadharma Ali sedikit menyinggung tentang potret kemiskinan yang
sering terdengar di Negara ini. Ia menganalogikan hal itu dengan sebuah
pertanyaan tentang penyebab kemiskinan Indonesia yang menurutnya dikarenakan
oleh ketidak-mampuan mengolah sumber daya alam yang sebenarnya melimpah.
“Mengapa kita
miskin, karena kita tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk mengelola sumber
daya alam yang kita miliki secara betul,” cetus dia.
Pada akhir
kuliah umumnya, Suryadharma Ali mengungkapkan, seorang sarjana yang santri
adalah sarjana yang ketika dalam proses pengamalan ilmunya selalu memegang
teguh akhlak dan ajaran Allah secara benar.
“Landasan agama
yang sempit dan rendah akan sangat rentan membawa kesesatan,” terangnya
mengakhiri kuliah. (Ilyas al-Musthofa)
Pergaulan Bebas Mulai Ancam Pelajar
Al-Ittihad,
Edisi 3 – Pergaulan bebas kini semakin marak dan mengancam kalangan pelajar.
Kondisi itu diyakini akan semakin terasa seiiring dengan arus globalisasi jaman
yang tak terbendung. Bapak H. Kaswadi, Kepala Marasah MTs Ulumiyyah, Sabtu
(17/11) mengungkapkan, semua pihak harus berperan aktif untuk melindungi
pelajar dari ancaman pergaulan bebas.
Dampak negatif
yang akan rentan terjadi karena pergaulan bebas menurut beliau adalah muculnya
berbagai jenis penyakit mematikan, seperti AIDS. Dalam hal ini, biasanya kaum
hawa yang sering menjadi korban.
“Pergaulan
bebas adalah pergaulan antar lawan jenis yang tidak menghiraukan norma,
terutama norma agama. Tentu saja, banyak dampak negatif yang ditimbulkan,
terutama berkaitan dengan penyakit kelamin menular," terangn beliau kepada
tim reporter Al-Ittihad.
Sementara itu,
Ibu Zumburiyah, guru MTs Ulumiyyah pengampu Fiqih, menyebutkan, salah satu
penyebab utama pergaulan bebas adalah kondisi lingkungan keluarga yang kurang
kondusif. Kondisi seperti itu membuat anak seringkali lemah pengawasan.
Selain itu
menurut beliau, pengetahuan dan teknologi, seperti tayangan televisi bisa juga
membuat anak di bawah umur mengikuti budaya yang sebenarnya tidak layak ditiru.
''Ancaman
pergaulan bebas saat ini sudah sangat terasa. Bahkan, sudah mulai banyak merambah
wilayah pedesaan. Lihat saja, setiap malam minggu banyak remaja yang
memanfaatkan secara negatif momen tersebut," jelas guru berkaca mata ini.
Beliau juga
berpandangan, agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas, kalangan remaja
harus bisa memilih teman. Menurut beliau, hubungan pertemanan bisa
memperngaruhi bagaiman remaja berperilaku.
Sementara Nur Idayanti,
seorang siswi kelas VII berpendapat, salah satu usaha untuk mengantisipasi
pergaulan bebas adalah menjadi anak didik yang baik dan mengikuti aturan. Satu
hal lagi yang perlu dicoba adalah,
dengan berdomisili di pondok pesantren agar tidak terpengaruh oleh
godaan pergaulan bebas di dunia luar. (Ismawati/Rosi/Halisyah)
FEATURE NEWS (Berita Kisah)
Feature news adalah berita yang ditulis dengan model cerita penuh
penggambaran imajinatif. Feature adalah suatu cara atau gaya penulisan sebuah
berita yang ciri khasnya menggunakan bahasa imajinatif, dengan alur cerita yang
mengalir, ringan, sehingga enak untuk dibaca. Menulis feature sebenarnya bukan
perkara mudah. Feature yang baik akan mampu mengangkat sebuah berita kisah
bukan saja menjadi kisah menarik dan menghibur, melainkan juga
mencerahkan dan merangsang pemikiran lebih jauh. Misalnya berita feature
tentang seorang penjual tempe mamu kuliahkan lima anaknya, berita ini bisa jadi
menjadi inspirasi dan cerita banyak orang ketika ditampilkan dalam bentuk yang
menarik.
Lalu, bagaimana menulis sebuah feature yang baik? Berbeda dengan
berita yang bersifat langsung (straight news), menulis feature tidak
cukup hanya berbekal rumus 5W+1H. Straight news menuntut penulisan
yang lugas, langsung, dengan informasi yang aktual. Sedangkan feature news menuntut
lebih dari itu. Feature news harus disajikan dengan bentuk cerita penuh
perasaan dan penggambaran luas seta seringkali lebay. Intinya adalah,
membawa pembaca bisa membayangkan suasana yang ditulis dalam feature news. Belajar
dari kisah-kisah fiksi, drama atau film bisa membantu seorang penulis dalam
menulis feature news yang baik.
Beberapa langkah yang harus ditempuh dalam menulis feature news
adalah :
1.
Buatlah judul
yang sedikit melebih-lebihkan (lebay), contoh : Ghofur, Si Sule Ulumiyyah. H
Kaswadi, Kamad Yang Nyambi Dosen. Ulumiyyah Siap Jadi Sekolah Bernafaskan
Sastra.
2.
Awali feature
news dengan model tulisan penggambaran, berbentuk piramida (bukan terbalik). Sehingga,
maksud dari feature news seringkali dimunculkan pada akhir tulisan, bukan pada
awal tulisan.
3.
Gunakanlah
lebih banyak unsur berita How atau bagaimana dari pada unsur-unsur berita
lainnya. Artinya, feature news lebih banyak menjelaskan bagaimana kisah yang
ditulis.
4.
Gunakan bahasa
yang imajinatif dan bersifat analogi (persamaan/penggambaran) dan jangan
gunakan bahasa yang kaku (baku). Seperti ketika kita bermaksud menulis,
tubuhnya kurus, dalam bentuk feature news bisa diganti dengan, tubuhnya hanya
terbalut kulit.
5.
Perbanyaklah
kalimat yang bersifat pelengkap (keterangan). Contoh, saat ini Tuminah tidak
lagi memiliki rumah dan pekerjaan. Dalam bentuk feature news bisa ditulis,
Kini, Tuminah yang memiliki tujuh anak itu tidak lagi memiliki rumah dan
pekerjaan. Kalimat yang bergaris bawah adalah kalimat pelengkap (keterangan)
yang biasanya model seperti itu mucul dalam feature news.
CONTOH BERITA
FEATURE (Berita Kisah)
Mengeal Lebih
Dekat KH. Fatchurrahman
Al-Ittihad, edisi 1 – Bagi kalangan warga Nahdliyyin, tentu sudah tidak asing lagi
dengan sosok KH Fathcurrahman. Pengasuh Pondok Pesantren Nahdatuth Tholibin Al-Islamiyyin (PP NTI) Kebonharjo
ini, sudah sangat dikenal di kalangan Nahdliyyin lantaran kegigihan beliau dalam melakukan dakwah. Namun, belum banyak yang tahu
perjalanan panjang kyai yang terkenal tawadhu’ ini, hingga akhirnya bisa
menegakkan panji Islam, khususnya di bumi Ronggolawe, Tuban.
Kyai Fatchur lahir di Desa Kebonharjo Kabupaten Tuban sekitar tahun
1933. Saat itu, Tuban masih dalam penguasaan kolonial Belanda. Kyai Farchur
kecil sudah mendapatkan ddikan keras tentang agama dari sang abah, KH Ridlwan.
Bahkan, sangking khawatir pendidikan agamanya terbengkalai, KH Ridlwan melarang
keras sang putra untuk ikut bersekolah di Sekolah Rakyat (SR-sebutan Sekolah
Dasar zaman dulu).
Saat berbincang dengan reporter Al-Ittihad, Rabu (15/5) siang, kyai
Fathcur menceritakan, meskipun sang abah melarang, beliau tetap ngotot secara
sembunyi-sembunyi bersekolah di SR. Dalam pikiran beliau saat itu, adalah ingin
mendapatkan ilmu umum, selain ilmu agama.
“Aku nyolong-nyolong melu SR, mergo pengen
oleh ilmu umum. Lak ilmu agomo kan kan wes sinau karo bapak,” kenang
belau berkaca-kaca.
Bahkan, untuk mengelabuhi sang abah, setiap akan berangkat ke SR,
beliau tetap memakai sarung. Setelah sampai pada lokasi sekolah yang saat itu
terletak di Jatirogo, dan berjarak sekitar dua kilo, barulah sarung dilepas dan
digantikan dengan celana panjang. Pada akhirnya, kyai Fatchur tidak sampai
menyelesaikan pendidikan di SR hingga lulus. Itu lantaran pada saat beliau
menginjak kelas enam, Kyai Ridlwan memergokinya.
“Aku gak sampai lulus. Lha wong pas kelas enem konangan karo
bapak. Bapak yo duko, banjur aku kon mendek gak oleh sekolah maneh,” tutur
kyai Fatchur menerawang.
Meskipun kyai Fathcur tetap bersekolah di SR selama hampir enam
tahun, namun ilmu pesantren sama sekali tidak ditinggalkan. Buktinya, di bawah
arahan sang abah, beliau sudah hafal nadhoman Alfiah pada saat umur 13 tahun.
“Aku apal Alfiah yo umur 13 tahun. Seng nyemak yo bapak
kui,” kata kyai Fatchur lagi.
Setelah ketahuan tetap ikut pendidikan SR, maka sang abah langsung
membawa beliau ke Kajen, Pati untuk nyantri pada KH Thohir. Di sana, kyai
Fatchur belajar di Madrasah Diniyyah Matholek. Karena rasa ingin tahu terhadap
ilmu umum, setelah lulus dari madrasah Matholek, beliau kembali mencicipi
pendidikan umum. Kali ini beliau bersekolah di Sekolah Menengah Islam (SMI).
Saat itu, sang abah juga tidak mengetahuinya. Namun belum sampia
lulus, lagi-lagi sang abah, KH Ridlwan memergoki. Kontan saja, KH Ridlwan
langsung membawa beliau ke Watucongol, Magelang. Di bawah asuhan KH. Thohir,
secara total beliau nyantri selama tujuh tahun.
“Bar konangan bapak sekolah neng SMI, langsung aku dijak neng
Solo. Karepe bapak dikon nyantri neng gone KH Idris. Nanging, jalaran neng kono
sistem pesantrene wes owah, bapak marakno aku neng Watucongol Magelang. Sinau
karo mbah kyai Dalhar,” cerita beliau.
Pertama kali sowan kepada KH Dalhar, sang abah dipesani agar
selepas di Watucongol mengarahkan KH Fathcur untuk nyantri ke Tegalrejo,
Magelang. Baru delapan bulan bulan berguru, KH Dalhar wafat. Maka, KH fathcur
pun menjalankan pesan KH Dalhar untuk melanjutkan nyantri di Tegalrejo kepada
KH. Chudori.
“Nyantri lagi entuk wolong ulan mbah Dalhar kapundut. Banjur aku
ngelanjutno neng Tegalrejo, koyok seng dipesenke mbah Dalhar naliko
sugeng,” imbuh beliau.
Di Tegalrejo KH Fathcur nyantri selama kurang lebih delapan tahun.
Bahkan. Karena pengetahuan agamanya dianggap sudah mumpuni, KH Fathcur sempat
ditugasi menjadi menjadi seorang naib. Saat itu, sekitar tahun 1980-an, beliau
ditugaskan di daerah Weleri, Kendal. Lagi-lagi, karena tidak setujunya abah,
beliau harus melepas tugas menjadi naib.
Setelah delapan tahun menimba ilmu di Tegalrejo, KH Fathcur
melanjutkan berpetualang nyantri di Sarang. Ma’hadil Ilmi As-Syar’iyyah (MIS),
asuhan KH Imam bin Syuaib, menjadi pilihan beliau. Di sana, beliau nyantri
selama empat setengah tahun untuk melengkapi ilmu agama yang sudah diperoleh
sebelumnya.
“Dadi neng Sarang kuwi aku mondok terakhir. Bar songko Kajen,
Pati, Watucongol, Tegalrejo banjur Sarang. Bar kui aku kawin,” ungkap
beliau.
Dari perjalanan panjang memperdalam ilmu agama itu, ada sebuah
prinsip yang selalu terpegang dan hingga kini ditanamkan kepada santri beliau.
Prinsip tersebut, sesuai dengan apa yanga da dalam Ta’limul
Muta’alim, terkait dengan proses mencari ilmu yang harus
merasakan kangelan (kesulitan), tirakat, mikir
tenanan (belajar sunggh-sungguh), sue mangsane (lama
waktunya) serta milih guru (Bisa memilih guru yang ‘alim).
Satu lagi sejak pertama kali nyantri, KH Fathcur selalu
menempati gothaan yang sebelumnya ditempati oleh ulama’-ulama’
besar. Gothaan-gothaan itu antara lain bekas KH Achmad Jazuli
Ustman, pendiri Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso Kediri. (Ma’sum/Wahab)
Ini Dia Kartini
Ulumiyyah
Al-ittihad, edisi 1 - Pembawaannya
kalem, wajahnya yang sendu menambah kesan feminim pada diirnya menjadi lebih
kental. Namun, sorot matanya begitu tajam, mencerminkan kepribadian yang selalu
berpikir kritis dan tanggung jawab. Meskipun seorang perempuan, seperti RA.
Kartini, ia mampu membuat perbedaan gender tidak menjadi halangan untuk selalu
berkarya. Itulah Ismawati, Pimpinan Redaksi Majalah Al-Ittihad Ulumiyyah
periode 2012/2013.
Ismawati lahir di Sukogrenjeng, Kenduruan pada 23 Mei 1998, tepat
dua hari setelah mantan Presiden Soeharto lengser. Ia merupakan putri ketiga
dari pasangan Bapak Darsun dan Ibu Lamsini. Saat berbincang dengan reporter
Al-Ittihad, kak Isma – begitulah ia akrab disapa -, mengungkapkan, sangat
mengagumi sosok RA Kartini. Baginya, RA Kartini adalah simbol kebangkitan
wanita Indonesia. Dengan adanya tauladan darinya, wanita Indonesia banyak yang
terinspirasi untuk berkarya, dengan tetap mengkedepankan kapasitasnya sebagai
kaum Hawa.
Pemilik suara merdu ini menuturkan, memajukan sekolah kita, MTs
Ulumiyyah adalah ekspektasinya. Apalagi, ia merasa berbagai potensi yanga ada
pada dirinya benar-benar tergali semenjak masuk di sekolah inu.
“Bagi saya Ulumiyyah adalah rumah kedua. Apapun yang terjadi,
saya akan berusaha sekuat tenaga bersumbangsih memajukan sekolah ini,” katanya
cengar cengir.
Penghobi bola volley ini mengaku, awalnya cukup berat diberi amanah
menjadi Pimpinan Redaksi Majalah Al-Ittihad. Pasalnya, sejauh ini dirinya belum
pernah mendapatkan ilmu tentang jurnalistik. Namun, berkat kerja keras dan
bimbingin semua dewan guru, akhirnya ia merasa mampu melakukan tanggung jawab
itu.
“Saya kenal jurnalistik ya di sini. Makanya, saya tadinya merasa
beban diamanati menjadi Pimred. Namun, setelah berusaha dan bekerja keras
ternyata asyik juga ya. Itung-itung belajar jadi pemimpin majalah,” cetus
penikmat nasi pecel ini sambil kembali terkekeh.
Impian kak Isma saat ini adalah, bisa kuliah pada kampus terkemuka.
Jika boleh memilih, ia sangat ngebet belajar pada jurusan Pendidikan Agama
Islam (PAI). Baginya, belajar pada PAI nanti akan membuatnya lebih dalam lagi
mempelajari ilmu agama yang sudah ia dapatkan di pesanren. Selain itu,
tentu ia juga akan tahu bagaimana cara mengajar yang baik, sesuai cita-citanya,
menjadi guru agama. Sebagai catatan, saat ini kak Isma juga nyantri di
Ponpes Nahdlatut Tholibin Al-Islamiyyin (PP NTI) Kebonharjo, sebuah pesantren
yang juga satu yayasan dengan sekolahnya.
“Saya berharap kelak bisa kuliah, di Jurusan PAI. Mohon doanya dari
sahabat Al-Ittihad,” katanya sambil menerawang.
Dalam perbincangan itu, ia juga berpesan untuk semua adik kelas,
agar tetap semangat dan percaya diri dalam mengembangakan potensi. Menurut
pemilik zodiak Gemini ini, potensi seseorang tidak akan keluar dan berkembang
jika tidak digali. Semua itu menurut kak Isma perlu unsur pembiasaan.
“Saya kira semuanya butuh pembiasaan. Sukses tidaknya kita itu
bergantung sebesar apa usaha kita. Jika kita hanya menggantungkan diri pada keberuntungan,
ya kesuksesan akan sulit untuk diraih. Seperti menulis, untuk membuat tulisan
yang baik dan renyah, tentu kita harus sesering mungkin menulis,” sambung kak
Isma.
Ditanya tentang motto hidup, gadis yang pernah mengkuti lomba
menulis fiksi tingkat nasional ini menyebutkan, semangat adalah motto hidupnya.
Menurutnya, kunci menunaikan tanggung jawab adalah dengan semngat tinggi
menunaikannya. Dengan semangat, kata kak Isma, maka tanggung jawab seberat
apapun pasti bisa diselesaikan.
“Apapun itu akan menjadi lebih ringan dengan semangat. Percayalah,”
imbuhnya.
Kini, kak Isma sudah menginjak kelas VIII. Itu artinya sebenatar
lagi, ia harus lebih konsentrasi untuk menghadi Ujian akhir Nasional (UAN) pada
kelas IX nanti. Untuk itu, ia berharap pada adik kelas lebih bersiap meneruskan
perjuangannya selama ini. Namun, ia berjanji akan tetap membantu sesuai
kemampuannya. Satu pesan lagi dari kak Isma, apapun yang terjadi, Majalah
Al-Ittihad harus tetap selalu hadir, sesulit apapun.
“Apapun kondisinya, majalah tercinta kita, Al-Ittihad, harus selalu
terbit. Mungkin ini salah satu sumbangsih paling mengesankan yang pernah saya
berikan untuk Ulumiyyah. Kalau diberi kesempatan, kelak saya ingin mengabdi
disini,” pangkasnya mengakhiri perbincangan. (Rossy)
TEKNIK
LIPUTAN DAN WAWANCARA
A. Peliputan
Sebelum
masuk lebih dalam tentang teknik peliputan, maka kita harus mengetahui
pengertian dari kata peliputan. Menurut sejumlah ahli, peliputan bisa diartikan
sebagai sebuah kegiatan dari pewarta yang turun ke lapangan untuk mencari dan
mengumpulkan fakta, baik yang ia saksikan sendiri maupun melalui sumber
terpercanya, untuk kemudian disajikan menjadi sebuah berita. Sehingga, peliputan
juga bisa dimaknai sebagai suatu proses yang dilakukan oleh pewarta untuk
mengumpulkan fakta-fakta yang berkaitan dengan suatu peristiwa yang akan dijadikan
berita.
Apakah
fakta itu?, Fakta adalah suatu peristiwa
yang terjadi dan dapat diperiksa atau dibuktikan kebenarannya. Sebagai
contoh fakta tentang pembunuhan. Pewarta dapat melihat secara benar ada kasus
pembunuhan yang terjadi di suatu tempat berdasarkan temuan-temuan di lapangan atau
keterangan dari nara sumber terpercaya.
Perlu
juga diketahui, dalam lingkup jurnalisme, terdapat dua jenis fakta. Pertama,
fakta sosiologis, yaitu fakta yang menunjuk pada suatu peristiwa yang
kebenarannya dapat dibuktikan melalui panca indera, misalnya, kecelakaan lalu
lintas (kita bisa melihat tanda bekas terjadinya kecelakaan) atau kunjungan
presiden ke suatu tempat (Kita bisa melihat bahwa presiden memang benar datang).
Kedua
adalah fakta psikologis. Yaitu fakta yang berupa pendapat atau kesaksian seseorang
tentang suatu peristiwa dan isu tertentu. Misalnya, pendapat seorang ahli
meteorologi tentang musim yang akan terjadi beberapa bulan ke depan, atau
kesaksian dari seorang saksi mata tentang bagaimana suatu terjadinya perampokan,
yang pewarta sendiri tidak bisa melihatnya secara langsung.
Nah,
dalam meliput suatu peristiwa, pewarta pada umumnya akan mengumpulkan kedua fakta
itu, sosiologis dan psikologis sebagai bahan untuk membuat berita. Karena tidak
ada pewarta yang dapat melihat seluruh fakta sosiologis secara utuh, karena
tentu ada beberapa bagian tertentu yang tidak diketahuinya. Selain itu, pewarta juga tidak selalu bisa
menyaksikan kejadian suatu peristiwa sosiologis. Pewarta terkadang baru
menyaksikan ketika peristiwa itu sudah terjadi dan hanya dapat melihat
jejak-jejaknya saja.
Untuk
menyusun fakta menjadi sebuah berita, tentu pewarta membutuhkan fakta
psikologis dari seorang saksi mata yang melihat peristiwa itu secara langsung.
Ini berguna untuk menyajikan berita menjadi selengkap mungkin. Sebagai contoh,
ada peristiwa kebakaran sebuah pasar pada dini hari, tentu pewarta tidak akan seketika
tahu kejadiannya. Setelah mendengar kabar itu, maka ia baru mendatangai lokasi
untuk melihat jejak-jejak dari peristiwa kebakaran, seperti kios yang hangus.
Hal ini disebut fakta sosiologis.
Namun
begitu, pewarta tentu tidak tahu bagaimana kebakaran itu terjadi. Untuk
menjelaskan kepada pembaca melalui sebuah berita bagaimana peristiwnya, ia
perlu melakukan wawancara dengan nara sumber kompeten seperti pihak kepolisian,
kepala pasar, BPBD atau saksi yang mengetahui awal kejadian. Hal ini disebut
fakta psikologis.
Pada
intinya, secara idealis berita yang tersaji dari seorang pewarta harus
berdasarkan pada fakta sosiologis serta psikologis. Meskipun pada praktiknya
banyak pewarta yang hanya menampilkan fakta psikologis dan meng-kesamping-kan
fakta sosiologis.
Sebenarnya,
sah-sah saja seorang pewarta menyajikan berita hanya dari fakta psikologis.
Namun, ada baiknya hal itu tetap dirujukan kepada fakta sosiologis. Sehingga,
dalam penyajian berita pewarta bisa menggambarkan secara jelas mengenai suatu
topik.
Selain
itu, saat berada di lokasi sebuah peristiwa, seorang pewarta harus membuka mata
dan telinga lebar-lebar. Ibaratkan sedang ke pasar untuk belanja apa saja,
dengan Cuma-Cuma.
Ada
beberapa hal yang harus dilakukan saat pewarta melakukan peliputan, antara lain
:
1.
Ketika
mengumpulkan fakta, pewarta harus bersikap skeptis (tidak mudah percaya
terhadap data yang diperolehnya). Semua data harus diverifikasi/dibuktikan secara
ketat untuk mendapat kebenarannya.
2.
Pewarta harus
menemui narasumber yang tepat dan sesuai untuk memberikan pernyataan berdasarkan
peristiwa yang sedang diliput. Contoh, ketika meliput sebuah peristiwa
kedelakaan, tentu pewarta perlu meminta keterangan dari kepolisian sebagai
pihak yang berwenang.
3.
Saat datang ke
lokasi peliputan, seorang pewarta harus membuka mata dan telinga lebar-lebar.
Ibaratkan sedang ke pasar untuk belanja bahan masakan, belanjalah
sebanyak-banyaknya, sehingga ketika sampai rumah, memiliki banyak pilihan untuk
memasak aneka ragam makanan.
Untuk
menghindari kesulitan saat peliputan, pewarta juga perlu melakukan berbagai
persiapan, antara lain :
1.
Pewarta harus
selalu ‘mengupdate’ informasi aktual, baik melalui buku ataupun media lainnya.
Hal ini penting, untuk menambah daya pikir dan analisa pewarta saat berada di
lokasi peliputan.
2.
Jika pewarta
akan melakukan peliputan khusus yang sudah ditentukan sebelumnya, sempatkan
membuat penelitian kecil-kecilan untuk mendalami tema peliputan itu. Hal itu
bisa dilakukan dengan mencari ke mesin pencari google.
3.
Membuat garis
besar liputan (outline ). Untuk menghasilkan berita yang baik, lengkap dan
utuh, pewarta harus menentukan apa saja yang nanti akan menjadi obyek liputan
kita. Seperti saat liputan kemarau di sebuah daerah tentu seorang pewarta harus
mencari tahu bagaimna sumber air di sana, apakah sudah ada bantuan air bersih
dari pemerintah atau bagaimana dampak dari kemarau tersebut.
4.
Carilah fakta
yang benar-benar unik dan lain serta beda dengan sudut pandang pewarta lain,
maka itu berita yang kita susun akan memiliki daya tarik tersendiri.
B. Wawancara
Wawancara
adalah tanya-jawab antara pewarta dan nara sumber untuk mendapatkan keterangan
atau pendapatnya tentang suatu hal atau peristiwa sebagai salah satu bahan
menyusun berita.
Tujuan seorang
pewarta melakukan wawancara adalah mengumpulkan informasi yang lengkap, akurat,
dan faktual sebagai bahan untuk menyusun berita. Seorang pewawancara yang baik,
selalu mencari sebuah pengungkapan atau wawasan (insight), pikiran atau sudut
pandang dan memang menarik untuk diketahui. Jadi bukan sesuatu yang sudah
secara umum didengar atau diketahui.
Dalam proses
wawancara, pewarta benar-benar harus meredam egonya, dan pada saat yang sama
harus melakukan pengendalian tersembunyi. Ini adalah sesuatu yang sulit. Pewarta
harus mampu membuat nara sumber yang diwawancarai lebih banyak bicara dari pada
biasanya. Itu pertanda proses wawancara yang kita lakukan berhasil.
Dalam proses
wawancara, pewarta juga harus selalu memantau semua yang diucapkan oleh nara
sumber, baik secara harfiah maupun melalui bahasa tubuh. namun begitu, tetap
saja suasana santai tetap menjadi prioritas, agar nara sumbe tidak sedang
merasa diintimidasi. Kondisi yang tidak nyaman akan membuat nara sumber
terkadang pelit mengeluarkan keterangan.
Secara garis besar ada beberapa hal yang perlu
dilakukan berkaitan dengan wawancara, antara lain :
1.
Pastikan nara
sumber yang akan kita wawancarai sesuai dengan topik berita atau peristiwa yang
sedang terjadi.
2.
Siapkan wawancara
guede (daftar pertanyaan) jika itu wawancara terencana.
3.
Jangan pernah
memberikan pertanyaan dengan kesan tekanan kepada nara sumber. Meskipun
kenyataannya nara sumber memang tertekan, hal itu harus disamarkan.
4.
Jangan pernah
ulangi pertanyaan yang sama, karena akan mengurangi respek nara sumber kepada
pewarta.
5.
Ada baiknya
gunakan alat perekam untuk mengantisipasi pengingkaran keterangan dari nara
sumber saat berita sudah tersaji.
6.
Gunakan teknik
‘runing question’ (Pertanyaan yang dilontarkan berdasarkan jawaban nara sumber
dari pertanyaan sebelumnya).
7.
Biarkan nara
sumber lebih banyak bicara dari pada pewarta.
8.
Jangan
sekali-kali memberikan bantahan kepada nara sumber menggunakan pernyataan.
Namun bantahlan pernyatan yang secara fakta pewarta anggap salah, menggunakan
pertanyaan selanjutnya.
Selama mencoba
dan yakinlah anda bisa, karena kunci penulis adalah bagaimana ia menulis, bukan
bagaimana ia berpikir.
CONTOH WAWANCARA GUEDE (Panduan Wawancara)
Tema tulisan/berita : Pelajar
dan Kenakalan
Nara sumber :
Kapolsek Jatirogo, AKP Nur Chozin
Model pertanyaan :
Terbuka
1.
Menurut bapak
siapa saja yang disebut golongan pelajar ?
2.
Apa saja yang
menjadi tolak ukur seseorang itu disebut pelajar ?
3.
Kenakalan seperti
apa yang rentan dilakukan oleh kalangan pelajar?
4.
Bagaimana langkah
yang perlu ditempuh jika pelajar sudah atau sedang melakukan kenakalan ?
5.
Bagaimana langkah
preventif/pencegahan agar pelajar tidak melakukan kenakalan ?
6.
Siapa yang
harus bertanggung jawab jika pelajar melakukan kenakalan ?
7.
Bagaimana model
pengawasan yang baik pada pelajar agar tidak melakukan kenakalan ?
8.
Ada pesan
khusus untuk kalngan pelajar dari bapak Kapolsek ?
ARTIKEL/ESAI
A.
Pengertian
Karya tulis
yang disusun untuk mengungkapkan pendapat seorang penulis atas suatu
fakta/data/ pendapat orang lain berdasarkan rangkaian logika tersendiri. Atau
bisa juga diartikan sebagai tulisan lepas berisi opini seseorang yang mengupas tuntas suatu masalah
tertentu yang sifatnya aktual dan atau kontroversial dengan tujuan untuk
memberitahu (informatif), mempengaruhi dan meyakinkan (persuasif argumentatif), atau
menghibur khalayak pembaca (rekreatif).
Secara umum menulis artikel/esai hampir sama dengan menulis feature
news. Sehingga seringkali artikel/esai ditulis dengan model piramida tidak
terbalik. Meskipun banyak juga penulis yang saat menulis artikel menggunakan
alur tak beraturan. Artinya tidak selalu tulisan mereka dibuat dengan model
piramida tak terbalik atau terbalik. Seringkali tulisan mereka mengikuti alur
yang dibuat oleh penulis itu sendiri.
B. Karakteristik Artikel
1.
Ditulis dengan atas nama (by line story)
2.
Mengandung gagasan aktual dan atau kontroversial
3.
Gagasan yang diangkat harus menyangkut kepentingan sebagian
besar khalayak pembaca
4.
Ditulis secara referensial dengan visi intelektual
5.
Disajikan dalam bahasa yang hidup, segar, populer,
komunikatif
6.
Singkat dan tuntas
7.
Orisinal
C.
Struktur Artikel
1.
Judul
2.
Alinea Pembuka (Lead)
3.
Alinea Penjelas (Batang Tubuh)
4.
Alinea Penutup (Ending)
D.
Cara Menulis Artikel
1.
Pilih tema
2.
Tentukan judul (bisa juga ditentukan
belakangan)
3.
Susun alinea pertama
4.
Uraikan tema dalam beberapa alinea penjelas
(tergantung panjang-pendek tulisan)
5.
Perhatikan format/gaya penulisan (ilmiah atau
populer?)
6.
Eksploitasi data/ referensi penting
7.
Simpulkan pendapat dalam alinea
penutup (jadilah draf awal artikel)
8.
Edit ulang draf awal (judul bisa ditentukan
saat ini)
E.
Memilih Judul
1.
Judul mewakili tema yang akan dibahas atau pendapat yang
akan diajukan
2.
Singkat (3 – 7 kata) dan padat (sarat makna)
3.
Menarik, provokatif dan menggugah orang untuk membaca tulisan secara
keseluruhan
4.
Gunakan istilah/idiom yang sedang populer
F.
Gaya Penulisan
Artikel
1.
Deskriptif, memerikan fakta apa adanya secara detail
2.
Naratif, menguraikan fakta secara kronologis/ spasiologis
3.
Argumentatif, menjelaskan fakta dan sebab-akibat yang melatarinya
TEKNIK MENULIS
ARTIKEL
Langkah pertama adalah tentukan tema yang akan kita tulis. Jangan terburu-buru
menentukan judul tulisan, karena seringkali judul yang tepat akan muncul
setelah tulisan jadi secara utuh Setelah itu, barulah mulai menyusun alenia
pembuka (lead pertama) tulisan. Secara lebih rinci bisa dilakukan dengan
langkah-langkah berikut :
A. Menyusun kerangka tulisan
1.
Tentukan kira-kira
ada berapa paragrap yang akan kita tulis dalam artikel tersebut.
2.
Rincikan pembahasan
pada setiap paragrap yang akan kita tulis, misalnya pargrap 1, 2 dan 3 kita akan
menulis tentang apa, dan selanjutnya.
3.
Siapkan referensi/rujukan
yang akan kita gunakan dan tentukan dita
B. Menyusun alenia pembuka (Pendahuluruh)
1.
Tulislah bahasa
pengantar yang terkait dengan tema yang diambil.
2.
Rincikan isi
setiap pargrap yang akan ditulis.
3.
Antarkan
pembaca kepada masalah utama yang melatar-belakangi tema tulisan.
C. Menyusun Alenia penjelas (Pembahasan)
1.
Rincikan isi
setiap pargarap yang akan ditulis.
2.
Tulislah kembali
masalah dan penyebabnya yang yang sudah kita jabarkan pada alenia pembuka.
3.
Pecahkan msalah
yang kita tulis pada alenia pembuka tadi ke dalam beberapa pendapat.
4.
Tulislah sedikitnya
dua versi pendapat tentang pemecahan masalah.
D.
Menyusun Alenia
Penutup (Kesimpulan)
1.
Rincikan isi
setiap paragraph yang akan ditulis.
2.
Tulislah secara
analisis penyebab masalah yang terjadi pada tulisan yang ditulis.
3.
Tulislah langkah-langkah
penyelesaian masalah yang ditulis pada tulisan.
4.
Berilah opini/pendapat
utama mengenai tulisan dengan melihat hasil yang tertulis pada alenia penjelas.
E.
Referensi
Dalam sebuah artikel, referensi merupakan hal yang haru ada. Beberapa
pendapat yang kita tulis dalam artikel sangat mungkin merupakan penapat orang
lain yang sudah lebih dulu dipublikasikan. Secara umum ada beberapa model
penulisan referensi dalam sebuah artikel :
1.
Catatan kaki (Footnotes)
Catatan kaki
ditulis dengan format, Nama Penulis, nama buku (dicetak miring), penerbit, kota
penerbit, tahun penerbit dan halaman tulisan yang kita ambil. Contoh, Ismawati,
Lahirnya Majalah Ulumiyyah, PT Ulumiyyah Perkasa, Tuban, 2045, hlm 234.
Ada beberapa
istilah singkatan yang digunakan dalam penulisan referensi model footnotes, antara
lain :
a.
Ibid, Referensi
yang diambil dari buku dan pengarang yang sama. Jika berbeda halaman, maka juga
dicantumkan halamnnya. Namun jika sama halamannya maka cukup ditulis dengan Ibid.
Contoh, Ibid, hlm 231.
b.
Op. Cit, referensi
yang bersumber dari buku dan pengarang yang sama sebelumnya, namun telah
didahului oleh referensi lainnya. Harus diawali dengan nama
pengarangnya. Jika halamannya sama, cukup ditulis Op. Cit, namun jika
halamannya berbeda maka juga harus ditulis halamannya. Contoh, Ismawati, Op.
Cit, hlm 221.
c.
Loc. Cit, sama dengan Op.
Cit, Namun yang membedekannya adalah jika Op. Cit diguankan untuk
referensi yang berupa buku, sedangkan Loc. Cit digunakan unruk referensi
yang brupa artikel. Contoh, Ma’ruf, Loc. Cit, hlm 237.
2.
Catatan Dalam (middle
notes)
Catatan dlam
ditulis dalam kurung setelah kutipan, dengan model, nama pengarang : nama buku:
halaman. Contoh, (Abdul Matin : Kiat-Kiat Menjadi Pengusaha Tempe : 543). Bisa juga
ditambahi tahun penerbtan buku, seperti (Abdul Matin : Kiat-Kiat Menjadi Pengusaha
Tempe : 543 : 2033).
3.
Catatan Akhir (endnotes)
Catatan akhir
ditulis hampir sama dengan footnotes, namun letaknya adalah di akhir
tulisan. Contoh, Rossy Fiana, Puisi-Puisi Kemerdekaan, PT Ulumiyyah
Perkasa, Tuban, 2025, hlm 34.
4.
Daftar Pustaka
Daftar pustaka
merupakan kumpulan identitas buku, artikel atau karya-karya yang kita gunakan
untuk menyusun sebuah tulisan artikel. Daftar pustaka ditulis di akhir halaman
secara terpisah, dengan format, nama pengarang, judul buku, penerbit, kota
penerbit, tahun penerbit. Dalam daftar pustaka halaman yang kita kutip tidak
perlu kita cantumkan. Contoh, Abdul Ghofur, Sejuta Pesona Bermain Drama, PT
Ulumiyyah Perkasa, Tuban, 2018.
CONTOH ARTIKEL/ESAI
Kunci Sukses Penulis Adalah Menulis
Oleh : Bledeg Biru *)
Menulis itu bagaimana kita menuangkan ide, perasaan atau pengamatan
melalui sebuah tinta atau sejenisnya. Menulis itu, bukan bagaimana kita
berfikir untuk bisa menulis. Namun, sesungguhnya menulis itu satu dari banyak
tindakan jujur yang dilakukan oleh seseorang. Karena, menulis itu menuangkan
apa yang ada dalam pikiran, perasaan atau pengamatan kita melalui coretan,
dengan apa adanya, tidak lebih dan tidak kurang.
Banyak orang yang sebelumnya sudah merasa inferior atau
kurang percaya diri untuk mulai menulis. Padahal, untuk menulis kita hanya
butuh membuat topik tulisan. Jika kita berpedoman pada filosofi ‘menulis adalah
menuangakn suatu hal melalui coretan dengan apa adanya’, tentu semuanya akan
berjalan jauh lebih mudah. Karena, tulisan ideal hanya lahir dari seorang
penulis yang menuangkan suatu hal dengan apa adanya, bergantung apa yang sedang
ia pikirkan, rasakan atau amati.
Memang benar adanya, kunci sukses penulis adalah menulis.
Penulis sering lahir bukan karena ulung pikiannya. Banyak penulis yang justru
lahir karena kegemarannya menilai, merasakan atau mengamati apa yang ada di
sekitar, sesuai sudut pandangnya. Andrea
Hirata, salah seorang penulis yang cukup fenomenal saat ini, jika
dicermati melahirkan banyak tulisan karena pengamatannya, bukan hasil ia
‘berpikir’. Novel Laskar pelangi yang booming sekitar tahun 2009 lalu
adalah hasil dari perasaan dan pengamatannya sejak kecil pada proses hidup yang
ia alami. Itu salah satu bukti, ia menulis dengan bercerita apa adanya, tidak
lebih dan tidak kurang.
Namun begitu, secara ideal ada beberapa hal yang perlu dimiliki
oleh seorang yang bermimpi menjadi penulis sukses. Pertama, tanamkan
pada mindset kita, bahwa menulis
adalah panggilan hati, bukan sebuah tuntutan. Jika kita bisa menanamkan itu
pada diri kita, maka menulis akan lebih tulus dan sangat ‘apa-adanya’. Sesuai
dengan apa yang kita rasakan dan amati.
Menulis adalah panggilan hati, itu berarti setiap kita menulis akan
selalu berangkat dari rasa cinta kita terhadap karya tulis, tanpa beban dan
tanpa tuntutan. Bahkan, sekalipun itu menulis topik yang sangat sederhana.
Karena, apapun itu bisa tergambar dari sebuah coretan.
Kedua, membaca tulisan orang lain.
Seringkali seorang penulis terlalu sombong, hingga tiada karya yang ia baca
selain karya dirinya sendiri. Padahal sangat mungkin itu keliru. Tulisan yang
renyah dan indah, justru seringkali dihasilkan setelah penulis banyak membaca
tulisan orang lain. Dengan melihat hasil tulisan orang lain, maka seorang
penulis akan mampu memperkaya model atau varian tulisannya. Tentu, dengan
kharakter tulisan yang sudah ada pada dirinya.
Namun begitu, perlu diingat setiap penulis memiliki kharakter yang
masing-masing berbeda. Ada penulis yang cenderung suka pada model feature (Tulisan yang lebih banyak berdasarkan
pandangan subyektif penulis). Namun ada juga penulis yang lebih suka
menggunakan model straight (Menulis apa adanya atas hasil pengamatan suatu
topik).
Ketiga, buatlah kerangka tulisan. Tulisan
yang baik selalu runtut dan berkesinambungan antar satu bahasan dengan bahasan
lainnya. Untuk membuat tulisan seperti itu, biasanya setiap penulis akan
menentukan kerangka tulisan yang ditulisnya. Tujuannya adalah, agar antar satu
bahasan dengan bahasan lain tidak terputus dan tetap terkait. Contoh sederhana
adalah, ketika kita akan menulis satu topik sebanyak delapan paragrap. Maka,
kita harus sudah menentukan apa isi dari setiap paragraf tersebut.
Langkah ini mungkin dianggap terlalu ribet dan
kuno. Banyak penulis yang sudah jarang melakukannya. Namun, sesungguhnya
membuat kerangka tulisan sebelum mulai menulis akan memudahkan penulis memahami
gambaran umum tulisannya, sebelum benar-benar berwujud naskah.
Keempat, hindari bahasa kompleks. Tulisan
yang baik sekalipun kadang akan sulit dipahami oleh pembaca, karena bahasanya
terlampau kompleks. Banyak penulis yang terjebak dalam pemahaman subyektifnya.
Penulis menganggap kompleksitas bahasa dalam tulisannya itu bisa dipahami
dengan mudah oleh pembaca, seperti dirinya. Namun harus diingat, kita menulis
bukan hanya untuk diri kita, namun juga untuk orang lain.
Sebuah tulisan yang menurut pandangan penulisnya
itu indah, bernilai tinggi dan sensasional, akan menjadi sia-sia, karena tolak
ukur bahasanya hanya dirinya. Padahal, belum tentu pembaca akan bisa memahmi
model bahasa yang oleh penulisnya dianggap indah itu.
Kelima, buatlah sebuah kesimpulan. Tulisan
apapun, akan menjadi ‘liar’ dan tak berujung jika tidak memiliki kesimpulan
akhir. Muara dari sebuah tulisan adalah kesimpulan dari topik yang sedang
ditulis. Jika sebuah tulisan tidak memiliki kesimpulan apapun, itu sama saja
seperti membawa seseorang dalam perjalanan tanpa tujuan jelas. Perlu diingat,
kesimpulan dalam tulisan akan memberikan pembaca kata kunci dan kesan mendalam
tentang topik yang diangkat.
Kelima hal di atas bukan mutlak menjadi pengantar
bagi seorang yang ingin menjadi penulis sukses. Namun, setidaknya dengan kelima
hal itu, kita akan mulai melangkah menjadi seorang penulis sukses. Itu karena,
kunci sukses penulis adalah bagaimana ia menulis, bukan bagaimana ia berpikir.
*) Penulis dan penikmat tulisan.
MENCARI PENAWAR DISKURSUS POLITIK
Oleh : Moch. Ilyas Al-Musthofa*)
Sebagaimana sering muncul dalam setiap kajian ilmu politik,
bahwasanya kata politik yang berasal dari bahasa Yunani mempunyai makna yang
serba berkaitan dengan keteraturan atau bahkan kesopanan. Bahkan Aristoteles
menyebut ilmu politik sebagai seni tertinggi dalam mewujudkan kebaikan bersama.
Hal ini dikarenakan, masih menurut Aristoteles, implementasi ilmu poltik lebih
banyak " dilayani " oleh disiplin ilmu-ilmu yang lain.[1]
Dan dari referensi sederhana tersebut, sudah semestinya politik secara nyata
dan benar difungsikan sebagai alat untuk menciptakan keteraturan juga kesopanan
di tengah kemajemukan hidup bermasyarakat, bukan sebaliknya malah menciptakan
ketidakteraturan di tengah masyarakat. Tidak cukup politik, bahkan aktor-aktor
dari politik itu sendiri juga seharusnya ikut andil memperjuangkan keteraturan
tersebut, tentunya melalui tindakan-tindakan riil yang mencerminkan makna dasar
politik.
Di Indonesia sendiri, proses dan agenda politik selalu berjalan
dengan heroic yang kadang kala lebih berkesan heroiknya dibandingkan hasil dari
proses atau agenda politik tersebut. Dan secara umum, proses dan agenda politik
yang terjadi lebih banyak diwaranai oleh diskursus atau penyelewengan politik
yang sebenarnya terbentuk bukan karena masyarakat atau actor politik tidak
mengetahui hal tersebut, tetapi lebih karena hal tersebut sudah terkesan
mengarah kapada sesuatu yang bersifat budaya. Sehingga membutuhkan perjuangan
yang sangat keras untuk meluruskan diskursus-dirkursus yang terjadi dalam dunia
politik kita.
Diskursus politik sendiri adalah sesuatu yang ibarat hukum Agama
adalah haram secara mutlak. Diskursus politiklah yang ikut andil bagaimana fenomena-fenomena
negative seperti korupsi, banyak terjadi di birokrasi pemerintah. Tidak pandang
bulu siapa pelaku korupsi, entah itu pejabat yang secara spiritual-lahiriah
terlihat mumpuni, ataupun pejabat yang secara identitas menganut theisme, tetapi
tidak bersyari'at. Yang jelas semua itu merupakan bagian dari kategori
dirkursus politik yang memang harus diminimalkan atau kalau bisa dihilangkan
sama sekali. Namun demikian, bukan berarti diskursus politik merupakan harga
mati, dengan kata lain sulit atau tidak bisa dihilangkan. Ibarat hukum alam,
ada penyakit ada juga obatnya, sehingga tentunya persoalan diskursus politik
sangat terbuka untuk dicarikan jalan keluarnya. Tergantung bagaimana usaha
setiap yang merasa bertanggung jawab untuk merubah hal itu. Bagaimana caranya ?
hal ini yang oleh penulis akan dicoba untuk dipecahkan.
Dewasa ini diskursus politik telah menjalar hampir ke setiap sendi konfigurasi
politik, baik itu yang paling legal semacam pemerintah, ataupun
konfigurasi-konfigurasi yang bersifat " eksta-pemerintah ". Diskursus
politik bisa jadi menjadi alat yang " serba-bisa " dalam mewujudkan
orientasi pribadi seseorang yang kebetulan mempunyai kesempatan mambuat dan
melestarikan dirkursus politik. Lebih parahnya adalah mulai dari proses politik
yang terjadi di tingkatan pusat ataupun aras lokal semuanya tidak terlepas dari
adanya dirkursus-diskursus yang hingga saat ini belum belum ada titik terang
pemecahannya. Di samping sangat komplek, hal ini juga dikarenakan diskursus
bukan hanya persoalan sistem, lebih dari itu diskursus yang terjadi juga
sedikit banyak dipengaruhi oleh factor psikologis.
Saat ini yang paling tepat kita lakukan adalah bagaimana persoalan
diskursus politik bisa ditelaah dan dicarikan penawar yang mujarab. Pertama,
persoalan sistem birokrasi. Birokrasi merupakan jalur yang boleh dikatakan
menjadi sesuatu yang pokok dalam proses ataupun agenda politik. Sehingga
semestinya birokrasi diatur sedemikian proporsional dalam setiap
pendistribusian kepentingan-kepentingan politik baik dari atas ke bawah, maupun
bawah ke atas. Persoalan yang paling terlihat mengenai hal ini, adalah bahwa
birokrasi yang merupakan alat cukup vital bagi kelangsungn proses politik
pemerintah, ternyata mengalami penggelembungan yang sangat signifikan bila
dilihat dari aspek efisiensi. Keberadaan DPD di MPR yang " hanya "
sebagai pelengkap adalah fenomena birokrasi yang terlalu menggelembung.
Mestinya, jika dilihat dari fungsinya yang hanya memberikan masukan saja tanpa
mempunyai legalitas membuat kebijakan, DPD dibubarkan. Hal ini tentunya akan
memperirit pengeluaran Negara. Atau kalau tidak dibubarkan DPD mestinya
diberikan porsi yang lebih " parsitipatif " untuk lebih
mengoptimalkan fungsinya sebagai wakil dari lokalitas.
Kedua, optimalisasi partai politik. Partai
politik idealnya berfungsi sebagai penjembatan antara kepentingan masyarakat
dengan pemerintah. Dengan kata lain, partai politik menjadi salah satu pos
untuk menyalurkan atau memperjuangkan kepentingan masyarakat. Tetapi yang
terjadi adalah, partai politik saat ini terkesan berfugsi hanya secara formil.
Partai politik akan berani berkorban seolah mewujudkan kepentingan rakyat adalah
ketika masa menjelang pemilu. Selain itu, " laa Yahya Walaa Yamutu ",
tidak mati tapi juga tidak hidup. Kita lihat fenomena di tubuh PKB. PKB adalah
salah satu partai politik yang sudah cukup familiar di telinga masyarakat,
khususnya wargaa Nahdhiyyin. Tetapi apa yang terjadi ketika muktamar di
Semarang. PKB terpecah kepada dua kelompok, yang penulis yakini tidak hanya
dipengaruhi oleh ideologis semata, lebih dari itu hal tersebut dipengaruhi oleh
kepentingan seseorang yang kebetulan mempunya kharismatik di kalangan pengikut
PKB. Yang jeles, jangan sampai partai politik terkesan eksklusif yang hanya
mewakili kepentingan beberapa personal. Partai politik harus benar-benar
proporsional, inklusif dan memperjuangkan kepentingan rakyat, tidak pandang
bulu ber-background apa rakyat, yang terpenting rakyat bisa merasa terbantu.
Ketiga, eksekutif dan legislatife.
Pemerintah dan legislatife harus menyadari fungsinya masing-masing. Jangan
sampai terjadi kesalahpahaman yang bersumber dari kepentingan kelompok. Kedua
lembaga ini sudah semestinya bekerja sama secara rapi, bahu-membahu
mempertanggung jawabkan kapasitas masing-masing. Kasus yang terjadi adalah
pemerintah ataupun DPR, dalam beberapa hal lebih terlihat mewakili kepentingan
kelompok dari pada kepentingan masyarakat umum. Ketika gencarnya konflik aliran
dana DKP, yang oleh sebagian orang disebut sebagai persoalan politik, antara
Presiden dan Amin Rais terjadi, PAN dengan sangat terbuka membela mati-matian
Amin Rais. Yang jadi pertanyaan disini adalah begaimana jika yang berkonflik
bukan Amin Rais ? mungkin saja jawabannya akan lain. Dan satu hal yang menarik
dari konflik tersebut adalah PAN dengan amat gagah merubah haluan partai dari
yang pro-pemerintah menjadi bebas kritis. Bagi penulis, bebas kritis disini,
secara empiris sama dengan partai oposan.
Keempat, peranan IQ, IE dan IS. IQ adalah
kecerdasan yang meliputi kemampuan mengerjakan sesuatu. Dalam hal ini, kita
tidak meragukan kapaitas pemimpin-pemimpin kita. Mungkin kalau menggunakan
tolak ukur, beliau-beliau berada pada level top IQ. IE, secara umum juga
menjadi kharakteristik pemimpin kita. Bakti sosial menjelang pilkada ataupun
pilgub adalah bukti riil. Tapi sayang, hanya waktu-waktu tertentu IE pejabat
kita terlihat bagus, tetapi pada waktu-waktu yang lain jauh dari kata bagus.
Dirkursus-diskursus politik juga banyak yang dikarenakan IE kurang memadai. Rasa
kurang puas karena masuk dalam daftar revisi cabinet misalkan, adalah salah
satu contoh diskursus yang lebih banyak dipengaruhi oleh ketidak-sesuaian
menerapkan IE. Sehingga kadang-kala ketidak-puasan suatu hal dilamlpiaskan
dengan sesuatu yang menrugikan masyarakat. (Sarminto : IQ, EQ dan SQ :
2004 : 151)
Selain kedua kecerdasan diatas, masih ada satu kecerdasan lagi yang
sebenarnya lebih universal aplikasinya, yakni kecerdasan spiritual ( IS ).
Dalam nilai normative, sebenarnya IS mewilayahi kedua kecerdasan sebelumnya.[2]
Sehingga IS adalah jawaban yang paling tepat dari sisi psikologis guna
memberantas atau menghilangkan diskursus politik. Tetapi kenapa banyak pejabat
yang secara eksternal-lahiriyah terlihat memiliki IS yang memadai, malah
terjerat kasus korupsi. Memang kecerdasan yang satu ini cenderang bersifat
abstrak, dalam artian tidak bisa diukur secara rasional. Dan juga perlu
dipahami bahwa IS terbagi kepada tiga aspek, yakni, mengetahui, memahami dan
meng-aplikasikannya. Tidak bisa IS hanya diukur dari satu atau dua aspek saja
melainkan harus diukur secara keseluruhan. Jadi, sederhananya adalah seseorang
yang bertitel kyai pun, belum tentu cerdas secara spiritual, tergantung
bagaimana ketiga dari aspek IS tersebut teraktualisasi.
* Penulis adalah mahasiswa semester akhir jurusan Ilmu Pemerintahan
STPMD APMD Yogjakarta.
makasih, materinya bagus
BalasHapusijin sedot gan