(Cover Majalah Al-Ittihad MTs Ulumiyyah/Layouter : Achmad Kholid)

BERITA
Oleh : Bledeg Biru

Sebelum mempelajari berita, kita harus tahu terlebih dulu apa itu jurnalistik. Istilah jurnalistik dapat ditinjau dari tiga sudut pandang: harfiyah, konseptual, dan praktis. Secara harfiyah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day). Asal-muasalnya dari bahasa Yunani kuno, “du jour”yang berarti hari, yakni kejadian hari ini yang diberitakan dalam lembaran tercetak atau elektronik.
Secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang: sebagai proses, teknik, dan ilmu.
1. Sebagai proses, jurnalistik adalah “aktivitas” mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis).
2. Sebagai teknik, jurnalistik adalah “keahlian” (expertise) atau “keterampilan” (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.
3. Sebagai ilmu, jurnalistik adalah “bidang kajian” mengenai pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media massa.
A.  Pengertian Berita
Berita adalah laporan, karangan, atau informasi mengenai suatu kejadian atau peristiwa yang terkini (aktual) sesuai dengan fakta yang terjadi. Contoh, berita tentang sebuah kecelakaan, kebakaran, perampokan, kunjungan presiden ke suatu daerah, dan lain sebagainya.
Prinsip-prinsip dasar yang harus diketahui wartawan atau penulis dalam menulis berita adalah :
1.    Kejujuran : apa yang dimuat dalam berita harus merupakan fakta yang benar-benar terjadi. Wartawan tidak boleh memasukkan fiksi ke dalam berita.
2.    Kecermatan: berita harus benar-benar seperti kenyataannya dan ditulis dengan tepat. Seluruh pernyataan tentang fakta maupun opini harus disebutkan sumbernya.
3.    Keseimbangan:
Agar berita seimbang harus diperhatikan:
a)    Tampilkan fakta dari masalah pokok
b)   Jangan memuat informasi yang tidak relevan
c)    Jangan menyesatkan atau menipu khalayak
d)   Jangan memasukkan emosi atau pendapat ke dalam berita tetapi ditulis seakan-akan sebagai fakta
4.    Kelengkapan dan kejelasan : Berita yang lengkap adalah berita yang memuat jawaban atas pertanyaan who, what, why, when, where, dan how.
5.    Keringkasan : Tulisan harus ringkas namun tetap jelas yaitu memuat semua informasi penting.
B.  Macam-macam fakta dalam berita
1.    Fakta Psikologis, yaitu fakta tentang suatu peristiwa yang didapat dari komentar atau keterangan orang yang ahli mengenai topik berita yang diambil. Contoh, ketika menulis berita tentang kecelakaan, maka fakta psikologisnya adalah komentar dari pihak kepolisian, saksi atau korban.
2.    Fakta Sosiologis, yaitu fakta yang bisa diraskan sendiri oleh panca indera. Seperti kasus kebakaran, maka fakta sosiologisnya adalah keberadaan sisa abu kebakaran atau api yang masih menyala.
3.    Jenis-jenis Berita
1.    Straigh News : Berita langsung, ditulis apa adanya secara singkat, apa adanya dan lugas.
2.    Berita Kisah (Feature) : Berita yang menggunakan pelacak latar belakang suatu peristiwa dan dituturkan dengan gaya bahasa yang menyentuh perasaan, dengan penyajian yang indah dan menarik pembaca, sehingga tak jarang di situ muncul sudut pandang penulisnya sendiri.
3.    Reportase (Interpretative news) : Berita yang disajikan berdasarkan pengamat dan sumber tulisan, serta mengutamakan rasa keingintahuan pembaca.
4.    Unsur Berita
Berita yang baik adalah berita yang bisa memberikan jawaban atas :
1.      What/Apa : Apa yang akan kita beritakan, seperti kebakaran dan lain sebagainya.
2.      Who/Siapa : Siapa yang menjadi subyek berita tersebut
3.      When/Kapan : Waktu peristiwa/kejadian
4.      Where/Dimana : Tempat peristiwa/kejadian
5.      Why/Kenapa : Alasan atau sebab pada peristiwa
6.      How/Bagaimana : Proses terjadinya sebuah peristiwa
5.    Judul Berita
Judul berita memiliki beberapa fungsi, beberapa diantaranya adalah untuk menarik minat pembaca; merangkum isi berita; melukiskan “suasana berita”. Judul berita sebaiknya sesuai dengan teras/awalan berita. Artinya, tidak ada pertentangan antara judul dan kalimat di awal berita.
Judul berita hendaknya ditulis dengan menggunakan kalimat berita, dan bukan kalimat pertanyaan. Dalam membuat judul berita, gunakanlah kalimat yang simpel, jelas serta sedikit ‘provokatif’, untuk menggugah selera pembaca. Jangan terlalu menggunakan kalimat baku atau terdapat koma dalam judul berita, karena pembaca akan cenderung kurang tertarik. Batasan judul berita yang baik terdiri dari tujuh kata, tidak lebih. Contoh judul berita : Rumah Bos Rongsok Disatroni Maling, Siswa MTs Ulumiyyah Gagalkan Penyelundupan Sabu-Sabu.



STRAIGHT NEWS

Straight news ditulis dengan menggunakan gambaran piramida terbailk. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menulis straight news adalah menjelaskan maksud dari judul. Judul sudah terjelaskan pada paragraph pertama. Misalkan kita mengambil judul pedagang kaki lima dirampok, maka pada paragraph pertama kita harus sudah bisa menjelaskan tentang judul tersebut.
Contoh, seorang pedagang kaki lima yang biasa mangkal di jalan Lasem-Jatirogo, Sabtu (23/9) malam, dirampok saat hendak menutup lapaknya. Korban bernama Parjo (29) warga Desa Kebonharjo Kecamatan Jatirogo Kabupaten Tuban. Itu kira-kira _aragraph pertama untuk straight news yang berjudul ‘pedagang kaki lima dirampok’.
Perlu juga diingat, dalam tulisan straight news, setiap paragraph harus ada yang bertanggung jawab (siapa nara sumbernya).
Setelah judul terjelaskan, maka kita bisa melanjutkan dengan menulis kapan (when) kejadianya dan siapa korban atau pelakunya (who). Dan selanjutnya kita bisa melanjutkan dengan menggambarkan dimana (where) terjadinya peristiwa tersebut. setelah semua itu terjelaskan, baru kita menggambarkan sebab (why) dan bagaimana/proses (how) terjadinya peristiwa tersebut.
Variasi urutan unsur berita untuk straight news yang ideal adalah :
1.      What/apa. Judul berita harus dijelaskan pada paragrap pertama.
2.      When/kapan. Kapan terjadinya peristiwa yang kita tulis. Penulisan untuk waktu untuk berita yang benar adalah (22/9), artinya 22 Sepetmber.
3.      Who/siapa. Siapa subyek dari peristiwa tersebut. subyek bisa berarti korban, pelaku atau saksi mata, seperti polisi atau warga.
4.      Where/dimana. Dimana lokasi peristiwa itu terjadi.
5.      Why/mengapa. Penyebab terjadinya peristiwa itu apa.
6.      How/bagaimana. Bagaimana proses terjadinya peristiwa tersebut.

Variasi lainnya adalah :
1.      What
2.      Who
3.      When
4.      Where
5.      Why
6.      How
Atau, bisa dengan urutan :
1.      Who
2.      What
3.      Where
4.      When
5.      How
6.      Why

CONTOH BERITA STRAIGHT

Menteri Perumahan Rakyat Resmikan Rusunawa Al-Anwar

SARANG, MataAirRadio.net – Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz, Jumat siang, (7/9), meresmikan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) milik pondok pesantren Al-Anwar, asuhan KH Maimun Zubair, di Desa Kalipang, Sarang.

Sebelum penandatanganan prasasti yang berisi tentang pembangunan Rusunawa, Djan Faridz menyempatkan memberikan sambutan. Inti sambutannya, Djan Faridz mengharapkan rumah susun yang nantinya juga difungsikan untuk mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Anwar itu agar dimanfaatkan dan didayagunakan dengan baik.

Selain itu, ia juga menyatakan, pemerintah dalam waktu yang akan datang akan membantu pengadaan infrastruktur terkait pendidikan di pesantren melalui kerja sama dengan Kementerian Agama.

“Ke depan kita juga akan mengusahakan hal yang sama untuk pesantren-pesantren lainnya,” ungkapnya kepada wartawan.

Dalam acara itu, Djan Faridz juga didampingi oleh Menteri Agama, Suryadharma Ali, yang dijadwalkan akan memberikan kuliah umum untuk mahasiswa STAI Al-Anwar, serta sejumlah santri dan tamu undangan yang hadir.

Pada kesempatan yang sama, ketua yayasan Al-Anwar KH. Aufal Marom, menyatakan senang dan bahagia atas kedatangan dua menteri itu. Ia berharap, segala sumbangsih yang diberikan oleh Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Agama dapat memberikan dampak positif untuk pesantrennya secara umum. (Ilyas al-Musthofa)

Jangan Pisahkan Agama Dan Yang bukan Agama

SARANG, Suararembang.net – Menteri Agama Republik Indonesia, Suryadharma Ali, berpendapat bahwa kesalahan terbesar yang sering dibuat oleh kalangan santri adalah terlalu memisahkan persoalan agama dan yang bukan agama. Hal itu ia sampaikan dalam rangkaian kuliah umumnya di kampus Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Anwar, Sarang, Jumat (7/9) siang.

“Kesalahan terbesar kita (santri) adalah memisahkan ini agama dan itu bukan agama. Apalagi hal itu dilakukan dengan pikiran yang sempit,” papar menteri agama dalam kuliahnya yang diikuti oleh ribuan santri, mahasiswa dan masyarakat umum itu.

Secara eksplisit Suryadharma Ali menjelaskan, segala sesuatu yang tercipta di muka bumi pada dasarnya diperuntukan bagi manusia agar dieksplorasi sesuai dengan manfaat dan kegunaannya secara proporsional. Sehingga, menurutnya keliru jika hanya agama yang memiliki relasi dengan Tuhan.

“Allah menciptakan segala sesuatu untuk dimanfaatkan. Itu tidak bisa tanpa ilmu. Salah, jika kita berpikir hanya agama yang memiliki relasi dengan tuhan,” terangnya yang sontak membuat peserta kuliah memberikan applaus panjang.

Oleh karena itu ia berpandangan, Islam membutuhkan pengajar-pengajar modern yang bisa menselaraskan antara agama sebagai pedoman dengan pengetahuan umum ketika sudah memasuki ranah pengamalan. Salah satu cara untuk mencapain hal itu, lanjut dia, adalah dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dengan segala bentuknya.

“Semua mahasiswa atau santri, jika mau mencapai hal itu harus terbuka pikirannya dari ilmu-ilmu lainnya dengan tetap memperkuat ilmu (agama). Jika kita tidak bisa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, sarjana Islam akan tertinggal dan ditinggalkan,” imbuhnya lagi.

Pada kesempatan itu juga, Suryadharma Ali sedikit menyinggung tentang potret kemiskinan yang sering terdengar di Negara ini. Ia menganalogikan hal itu dengan sebuah pertanyaan tentang penyebab kemiskinan Indonesia yang menurutnya dikarenakan oleh ketidak-mampuan mengolah sumber daya alam yang sebenarnya melimpah.

“Mengapa kita miskin, karena kita tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk mengelola sumber daya alam yang kita miliki secara betul,” cetus dia.

Pada akhir kuliah umumnya, Suryadharma Ali mengungkapkan, seorang sarjana yang santri adalah sarjana yang ketika dalam proses pengamalan ilmunya selalu memegang teguh akhlak dan ajaran Allah secara benar.

“Landasan agama yang sempit dan rendah akan sangat rentan membawa kesesatan,” terangnya mengakhiri kuliah. (Ilyas al-Musthofa)

Pergaulan Bebas Mulai Ancam Pelajar

Al-Ittihad, Edisi 3 – Pergaulan bebas kini semakin marak dan mengancam kalangan pelajar. Kondisi itu diyakini akan semakin terasa seiiring dengan arus globalisasi jaman yang tak terbendung. Bapak H. Kaswadi, Kepala Marasah MTs Ulumiyyah, Sabtu (17/11) mengungkapkan, semua pihak harus berperan aktif untuk melindungi pelajar dari ancaman pergaulan bebas.

Dampak negatif yang akan rentan terjadi karena pergaulan bebas menurut beliau adalah muculnya berbagai jenis penyakit mematikan, seperti AIDS. Dalam hal ini, biasanya kaum hawa yang sering menjadi korban.

“Pergaulan bebas adalah pergaulan antar lawan jenis yang tidak menghiraukan norma, terutama norma agama. Tentu saja, banyak dampak negatif yang ditimbulkan, terutama berkaitan dengan penyakit kelamin menular," terangn beliau kepada tim reporter Al-Ittihad.

Sementara itu, Ibu Zumburiyah, guru MTs Ulumiyyah pengampu Fiqih, menyebutkan, salah satu penyebab utama pergaulan bebas adalah kondisi lingkungan keluarga yang kurang kondusif. Kondisi seperti itu membuat anak seringkali lemah pengawasan.

Selain itu menurut beliau, pengetahuan dan teknologi, seperti tayangan televisi bisa juga membuat anak di bawah umur mengikuti budaya yang sebenarnya tidak layak ditiru.

''Ancaman pergaulan bebas saat ini sudah sangat terasa. Bahkan, sudah mulai banyak merambah wilayah pedesaan. Lihat saja, setiap malam minggu banyak remaja yang memanfaatkan secara negatif momen tersebut," jelas guru berkaca mata ini.

Beliau juga berpandangan, agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas, kalangan remaja harus bisa memilih teman. Menurut beliau, hubungan pertemanan bisa memperngaruhi bagaiman remaja berperilaku.

Sementara Nur Idayanti, seorang siswi kelas VII berpendapat, salah satu usaha untuk mengantisipasi pergaulan bebas adalah menjadi anak didik yang baik dan mengikuti aturan. Satu hal lagi yang perlu dicoba adalah,  dengan berdomisili di pondok pesantren agar tidak terpengaruh oleh godaan pergaulan bebas di dunia luar. (Ismawati/Rosi/Halisyah)



FEATURE NEWS (Berita Kisah)

Feature news adalah berita yang ditulis dengan model cerita penuh penggambaran imajinatif. Feature adalah suatu cara atau gaya penulisan sebuah berita yang ciri khasnya menggunakan bahasa imajinatif, dengan alur cerita yang mengalir, ringan, sehingga enak untuk dibaca. Menulis feature sebenarnya bukan perkara mudah. Feature yang baik akan mampu mengangkat sebuah berita kisah bukan saja menjadi kisah menarik dan menghibur,  melainkan juga mencerahkan dan merangsang pemikiran lebih jauh. Misalnya berita feature tentang seorang penjual tempe mamu kuliahkan lima anaknya, berita ini bisa jadi menjadi inspirasi dan cerita banyak orang ketika ditampilkan dalam bentuk yang menarik.
Lalu, bagaimana menulis sebuah feature yang baik? Berbeda dengan berita yang bersifat langsung (straight news), menulis feature tidak cukup hanya berbekal rumus 5W+1H. Straight news menuntut penulisan yang lugas, langsung, dengan informasi yang aktual. Sedangkan feature news menuntut lebih dari itu. Feature news harus disajikan dengan bentuk cerita penuh perasaan dan penggambaran luas seta seringkali lebay. Intinya adalah, membawa pembaca bisa membayangkan suasana yang ditulis dalam feature news. Belajar dari kisah-kisah fiksi, drama atau film bisa membantu seorang penulis dalam menulis feature news yang baik.
Beberapa langkah yang harus ditempuh dalam menulis feature news adalah :
1.      Buatlah judul yang sedikit melebih-lebihkan (lebay), contoh : Ghofur, Si Sule Ulumiyyah. H Kaswadi, Kamad Yang Nyambi Dosen. Ulumiyyah Siap Jadi Sekolah Bernafaskan Sastra.  
2.      Awali feature news dengan model tulisan penggambaran, berbentuk piramida (bukan terbalik). Sehingga, maksud dari feature news seringkali dimunculkan pada akhir tulisan, bukan pada awal tulisan.
3.      Gunakanlah lebih banyak unsur berita How atau bagaimana dari pada unsur-unsur berita lainnya. Artinya, feature news lebih banyak menjelaskan bagaimana kisah yang ditulis.
4.      Gunakan bahasa yang imajinatif dan bersifat analogi (persamaan/penggambaran) dan jangan gunakan bahasa yang kaku (baku). Seperti ketika kita bermaksud menulis, tubuhnya kurus, dalam bentuk feature news bisa diganti dengan, tubuhnya hanya terbalut kulit.
5.      Perbanyaklah kalimat yang bersifat pelengkap (keterangan). Contoh, saat ini Tuminah tidak lagi memiliki rumah dan pekerjaan. Dalam bentuk feature news bisa ditulis, Kini, Tuminah yang memiliki tujuh anak itu tidak lagi memiliki rumah dan pekerjaan. Kalimat yang bergaris bawah adalah kalimat pelengkap (keterangan) yang biasanya model seperti itu mucul dalam feature news.

CONTOH BERITA FEATURE (Berita Kisah)

Mengeal Lebih Dekat KH. Fatchurrahman

Al-Ittihad, edisi 1 –  Bagi kalangan warga Nahdliyyin, tentu sudah tidak asing lagi dengan sosok KH Fathcurrahman. Pengasuh Pondok Pesantren Nahdatuth Tholibin Al-Islamiyyin (PP NTI) Kebonharjo ini, sudah sangat dikenal di kalangan Nahdliyyin lantaran kegigihan beliau dalam melakukan dakwah. Namun, belum banyak yang tahu perjalanan panjang kyai yang terkenal tawadhu’ ini, hingga akhirnya bisa menegakkan panji Islam, khususnya di bumi Ronggolawe, Tuban.

Kyai Fatchur lahir di Desa Kebonharjo Kabupaten Tuban sekitar tahun 1933. Saat itu, Tuban masih dalam penguasaan kolonial Belanda. Kyai Farchur kecil sudah mendapatkan ddikan keras tentang agama dari sang abah, KH Ridlwan. Bahkan, sangking khawatir pendidikan agamanya terbengkalai, KH Ridlwan melarang keras sang putra untuk ikut bersekolah di Sekolah Rakyat (SR-sebutan Sekolah Dasar zaman dulu).

Saat berbincang dengan reporter Al-Ittihad, Rabu (15/5) siang, kyai Fathcur menceritakan, meskipun sang abah melarang, beliau tetap ngotot secara sembunyi-sembunyi bersekolah di SR. Dalam pikiran beliau saat itu, adalah ingin mendapatkan ilmu umum, selain ilmu agama.

“Aku nyolong-nyolong melu SR, mergo pengen oleh ilmu umum. Lak ilmu agomo kan kan wes sinau karo bapak,” kenang belau berkaca-kaca.

Bahkan, untuk mengelabuhi sang abah, setiap akan berangkat ke SR, beliau tetap memakai sarung. Setelah sampai pada lokasi sekolah yang saat itu terletak di Jatirogo, dan berjarak sekitar dua kilo, barulah sarung dilepas dan digantikan dengan celana panjang. Pada akhirnya, kyai Fatchur tidak sampai menyelesaikan pendidikan di SR hingga lulus. Itu lantaran pada saat beliau menginjak kelas enam, Kyai Ridlwan memergokinya.
Aku gak sampai lulus. Lha wong pas kelas enem konangan karo bapak. Bapak yo duko, banjur aku kon mendek gak oleh sekolah maneh,” tutur kyai Fatchur menerawang.

Meskipun kyai Fathcur tetap bersekolah di SR selama hampir enam tahun, namun ilmu pesantren sama sekali tidak ditinggalkan. Buktinya, di bawah arahan sang abah, beliau sudah hafal nadhoman Alfiah pada saat umur 13 tahun.

Aku apal Alfiah yo umur 13 tahun. Seng nyemak yo bapak kui,” kata kyai Fatchur lagi.

Setelah ketahuan tetap ikut pendidikan SR, maka sang abah langsung membawa beliau ke Kajen, Pati untuk nyantri pada KH Thohir. Di sana, kyai Fatchur belajar di Madrasah Diniyyah Matholek. Karena rasa ingin tahu terhadap ilmu umum, setelah lulus dari madrasah Matholek, beliau kembali mencicipi pendidikan umum. Kali ini beliau bersekolah di Sekolah Menengah Islam (SMI).

Saat itu, sang abah juga tidak mengetahuinya. Namun belum sampia lulus, lagi-lagi sang abah, KH Ridlwan memergoki. Kontan saja, KH Ridlwan langsung membawa beliau ke Watucongol, Magelang. Di bawah asuhan KH. Thohir, secara total beliau nyantri selama tujuh tahun.

Bar konangan bapak sekolah neng SMI, langsung aku dijak neng Solo. Karepe bapak dikon nyantri neng gone KH Idris. Nanging, jalaran neng kono sistem pesantrene wes owah, bapak marakno aku neng Watucongol Magelang. Sinau karo mbah kyai Dalhar,” cerita beliau.

Pertama kali sowan kepada KH Dalhar, sang abah dipesani agar selepas di Watucongol mengarahkan KH Fathcur untuk nyantri ke Tegalrejo, Magelang. Baru delapan bulan bulan berguru, KH Dalhar wafat. Maka, KH fathcur pun menjalankan pesan KH Dalhar untuk melanjutkan nyantri di Tegalrejo kepada KH. Chudori.

Nyantri lagi entuk wolong ulan mbah Dalhar kapundut. Banjur aku ngelanjutno neng Tegalrejo, koyok seng dipesenke mbah Dalhar naliko sugeng,” imbuh beliau.

Di Tegalrejo KH Fathcur nyantri selama kurang lebih delapan tahun. Bahkan. Karena pengetahuan agamanya dianggap sudah mumpuni, KH Fathcur sempat ditugasi menjadi menjadi seorang naib. Saat itu, sekitar tahun 1980-an, beliau ditugaskan di daerah Weleri, Kendal. Lagi-lagi, karena tidak setujunya abah, beliau harus melepas tugas menjadi naib.

Setelah delapan tahun menimba ilmu di Tegalrejo, KH Fathcur melanjutkan berpetualang nyantri di Sarang. Ma’hadil Ilmi As-Syar’iyyah (MIS), asuhan KH Imam bin Syuaib, menjadi pilihan beliau. Di sana, beliau nyantri selama empat setengah tahun untuk melengkapi ilmu agama yang sudah diperoleh sebelumnya.

Dadi neng Sarang kuwi aku mondok terakhir. Bar songko Kajen, Pati, Watucongol, Tegalrejo banjur Sarang. Bar kui aku kawin,” ungkap beliau.

Dari perjalanan panjang memperdalam ilmu agama itu, ada sebuah prinsip yang selalu terpegang dan hingga kini ditanamkan kepada santri beliau. Prinsip tersebut, sesuai dengan apa yanga da dalam Ta’limul Muta’alim, terkait dengan proses mencari ilmu yang harus merasakan kangelan (kesulitan), tirakatmikir tenanan (belajar sunggh-sungguh), sue mangsane (lama waktunya) serta milih guru (Bisa memilih guru yang ‘alim).

Satu lagi sejak pertama kali nyantri, KH Fathcur selalu menempati gothaan yang sebelumnya ditempati oleh ulama’-ulama’ besar. Gothaan-gothaan itu antara lain bekas KH Achmad Jazuli Ustman, pendiri Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso Kediri. (Ma’sum/Wahab)


Ini Dia Kartini Ulumiyyah

Al-ittihad, edisi 1 - Pembawaannya kalem, wajahnya yang sendu menambah kesan feminim pada diirnya menjadi lebih kental. Namun, sorot matanya begitu tajam, mencerminkan kepribadian yang selalu berpikir kritis dan tanggung jawab. Meskipun seorang perempuan, seperti RA. Kartini, ia mampu membuat perbedaan gender tidak menjadi halangan untuk selalu berkarya. Itulah Ismawati, Pimpinan Redaksi Majalah Al-Ittihad Ulumiyyah periode 2012/2013.

Ismawati lahir di Sukogrenjeng, Kenduruan pada 23 Mei 1998, tepat dua hari setelah mantan Presiden Soeharto lengser. Ia merupakan putri ketiga dari pasangan Bapak Darsun dan Ibu Lamsini. Saat berbincang dengan reporter Al-Ittihad, kak Isma – begitulah ia akrab disapa -, mengungkapkan, sangat mengagumi sosok RA Kartini. Baginya, RA Kartini adalah simbol kebangkitan wanita Indonesia. Dengan adanya tauladan darinya, wanita Indonesia banyak yang terinspirasi untuk berkarya, dengan tetap mengkedepankan kapasitasnya sebagai kaum Hawa.

Pemilik suara merdu ini menuturkan, memajukan sekolah kita, MTs Ulumiyyah adalah ekspektasinya. Apalagi, ia merasa berbagai potensi yanga ada pada dirinya benar-benar tergali semenjak masuk di sekolah inu.

 “Bagi saya Ulumiyyah adalah rumah kedua. Apapun yang terjadi, saya akan berusaha sekuat tenaga bersumbangsih memajukan sekolah ini,” katanya cengar cengir.

Penghobi bola volley ini mengaku, awalnya cukup berat diberi amanah menjadi Pimpinan Redaksi Majalah Al-Ittihad. Pasalnya, sejauh ini dirinya belum pernah mendapatkan ilmu tentang jurnalistik. Namun, berkat kerja keras dan bimbingin semua dewan guru, akhirnya ia merasa mampu melakukan tanggung jawab itu.

“Saya kenal jurnalistik ya di sini. Makanya, saya tadinya merasa beban diamanati menjadi Pimred. Namun, setelah berusaha dan bekerja keras ternyata asyik juga ya. Itung-itung belajar jadi pemimpin majalah,” cetus penikmat nasi pecel ini sambil kembali terkekeh.

Impian kak Isma saat ini adalah, bisa kuliah pada kampus terkemuka. Jika boleh memilih, ia sangat ngebet belajar pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Baginya, belajar pada PAI nanti akan membuatnya lebih dalam lagi mempelajari ilmu agama yang sudah ia dapatkan di pesanren. Selain itu, tentu ia juga akan tahu bagaimana cara mengajar yang baik, sesuai cita-citanya, menjadi guru agama. Sebagai catatan, saat ini kak Isma juga nyantri di Ponpes Nahdlatut Tholibin Al-Islamiyyin (PP NTI) Kebonharjo, sebuah pesantren yang juga satu yayasan dengan sekolahnya. 

“Saya berharap kelak bisa kuliah, di Jurusan PAI. Mohon doanya dari sahabat Al-Ittihad,” katanya sambil menerawang.

Dalam perbincangan itu, ia juga berpesan untuk semua adik kelas, agar tetap semangat dan percaya diri dalam mengembangakan potensi. Menurut pemilik zodiak Gemini ini, potensi seseorang tidak akan keluar dan berkembang jika tidak digali. Semua itu menurut kak Isma perlu unsur pembiasaan.

“Saya kira semuanya butuh pembiasaan. Sukses tidaknya kita itu bergantung sebesar apa usaha kita. Jika kita hanya menggantungkan diri pada keberuntungan, ya kesuksesan akan sulit untuk diraih. Seperti menulis, untuk membuat tulisan yang baik dan renyah, tentu kita harus sesering mungkin menulis,” sambung kak Isma.

Ditanya tentang motto hidup, gadis yang pernah mengkuti lomba menulis fiksi tingkat nasional ini menyebutkan, semangat adalah motto hidupnya. Menurutnya, kunci menunaikan tanggung jawab adalah dengan semngat tinggi menunaikannya. Dengan semangat, kata kak Isma, maka tanggung jawab seberat apapun pasti bisa diselesaikan.

“Apapun itu akan menjadi lebih ringan dengan semangat. Percayalah,” imbuhnya.

Kini, kak Isma sudah menginjak kelas VIII. Itu artinya sebenatar lagi, ia harus lebih konsentrasi untuk menghadi Ujian akhir Nasional (UAN) pada kelas IX nanti. Untuk itu, ia berharap pada adik kelas lebih bersiap meneruskan perjuangannya selama ini. Namun, ia berjanji akan tetap membantu sesuai kemampuannya. Satu pesan lagi dari kak Isma, apapun yang terjadi, Majalah Al-Ittihad harus tetap selalu hadir, sesulit apapun.

“Apapun kondisinya, majalah tercinta kita, Al-Ittihad, harus selalu terbit. Mungkin ini salah satu sumbangsih paling mengesankan yang pernah saya berikan untuk Ulumiyyah. Kalau diberi kesempatan, kelak saya ingin mengabdi disini,” pangkasnya mengakhiri perbincangan. (Rossy)





TEKNIK LIPUTAN DAN WAWANCARA

A.  Peliputan
Sebelum masuk lebih dalam tentang teknik peliputan, maka kita harus mengetahui pengertian dari kata peliputan. Menurut sejumlah ahli, peliputan bisa diartikan sebagai sebuah kegiatan dari pewarta yang turun ke lapangan untuk mencari dan mengumpulkan fakta, baik yang ia saksikan sendiri maupun melalui sumber terpercanya, untuk kemudian disajikan menjadi sebuah berita. Sehingga, peliputan juga bisa dimaknai sebagai suatu proses yang dilakukan oleh pewarta untuk mengumpulkan fakta-fakta yang berkaitan dengan suatu peristiwa yang akan dijadikan berita.
Apakah fakta itu?,  Fakta adalah suatu peristiwa yang terjadi dan dapat  diperiksa atau dibuktikan kebenarannya.  Sebagai contoh fakta tentang pembunuhan. Pewarta dapat melihat secara benar ada kasus pembunuhan yang terjadi di suatu tempat berdasarkan temuan-temuan di lapangan atau keterangan dari nara sumber terpercaya.
Perlu juga diketahui, dalam lingkup jurnalisme, terdapat  dua jenis fakta.  Pertama,  fakta sosiologis, yaitu fakta yang menunjuk pada suatu peristiwa yang kebenarannya dapat dibuktikan melalui panca indera, misalnya, kecelakaan lalu lintas (kita bisa melihat tanda bekas terjadinya kecelakaan) atau kunjungan presiden ke suatu tempat (Kita bisa melihat bahwa presiden memang benar datang).
Kedua adalah fakta psikologis. Yaitu fakta yang berupa pendapat atau kesaksian seseorang tentang suatu peristiwa dan isu tertentu. Misalnya, pendapat seorang ahli meteorologi tentang musim yang akan terjadi beberapa bulan ke depan, atau kesaksian dari seorang saksi mata tentang bagaimana suatu terjadinya perampokan, yang pewarta sendiri tidak bisa melihatnya secara langsung.
Nah, dalam meliput suatu peristiwa, pewarta pada umumnya akan mengumpulkan kedua fakta itu, sosiologis dan psikologis sebagai bahan untuk membuat berita. Karena tidak ada pewarta yang dapat melihat seluruh fakta sosiologis secara utuh, karena tentu ada beberapa bagian tertentu yang tidak diketahuinya. Selain itu,  pewarta juga tidak selalu bisa menyaksikan kejadian suatu peristiwa sosiologis. Pewarta terkadang baru menyaksikan ketika peristiwa itu sudah terjadi dan hanya dapat melihat jejak-jejaknya saja.
Untuk  menyusun fakta menjadi sebuah berita, tentu pewarta membutuhkan fakta psikologis dari seorang saksi mata yang melihat peristiwa itu secara langsung. Ini berguna untuk menyajikan berita menjadi selengkap mungkin. Sebagai contoh, ada peristiwa kebakaran sebuah pasar pada dini hari, tentu pewarta tidak akan seketika tahu kejadiannya. Setelah mendengar kabar itu, maka ia baru mendatangai lokasi untuk melihat jejak-jejak dari peristiwa kebakaran, seperti kios yang hangus. Hal ini disebut fakta sosiologis.
Namun begitu, pewarta tentu tidak tahu bagaimana kebakaran itu terjadi. Untuk menjelaskan kepada pembaca melalui sebuah berita bagaimana peristiwnya, ia perlu melakukan wawancara dengan nara sumber kompeten seperti pihak kepolisian, kepala pasar, BPBD atau saksi yang mengetahui awal kejadian. Hal ini disebut fakta psikologis.
Pada intinya, secara idealis berita yang tersaji dari seorang pewarta harus berdasarkan pada fakta sosiologis serta psikologis. Meskipun pada praktiknya banyak pewarta yang hanya menampilkan fakta psikologis dan meng-kesamping-kan fakta sosiologis.
Sebenarnya, sah-sah saja seorang pewarta menyajikan berita hanya dari fakta psikologis. Namun, ada baiknya hal itu tetap dirujukan kepada fakta sosiologis. Sehingga, dalam penyajian berita pewarta bisa menggambarkan secara jelas mengenai suatu topik.
Selain itu, saat berada di lokasi sebuah peristiwa, seorang pewarta harus membuka mata dan telinga lebar-lebar. Ibaratkan sedang ke pasar untuk belanja apa saja, dengan Cuma-Cuma.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan saat pewarta melakukan peliputan, antara lain :
1.      Ketika mengumpulkan fakta, pewarta harus bersikap  skeptis (tidak mudah percaya terhadap data yang diperolehnya). Semua data harus diverifikasi/dibuktikan secara ketat untuk mendapat kebenarannya.
2.      Pewarta harus menemui narasumber yang tepat dan sesuai untuk memberikan pernyataan berdasarkan peristiwa yang sedang diliput. Contoh, ketika meliput sebuah peristiwa kedelakaan, tentu pewarta perlu meminta keterangan dari kepolisian sebagai pihak yang berwenang.
3.      Saat datang ke lokasi peliputan, seorang pewarta harus membuka mata dan telinga lebar-lebar. Ibaratkan sedang ke pasar untuk belanja bahan masakan, belanjalah sebanyak-banyaknya, sehingga ketika sampai rumah, memiliki banyak pilihan untuk memasak aneka ragam makanan.
Untuk menghindari kesulitan saat peliputan, pewarta juga perlu melakukan berbagai persiapan, antara lain :
1.      Pewarta harus selalu ‘mengupdate’ informasi aktual, baik melalui buku ataupun media lainnya. Hal ini penting, untuk menambah daya pikir dan analisa pewarta saat berada di lokasi peliputan.
2.      Jika pewarta akan melakukan peliputan khusus yang sudah ditentukan sebelumnya, sempatkan membuat penelitian kecil-kecilan untuk mendalami tema peliputan itu. Hal itu bisa dilakukan dengan mencari ke mesin pencari google.
3.      Membuat garis besar liputan (outline ). Untuk menghasilkan berita yang baik, lengkap dan utuh, pewarta harus menentukan apa saja yang nanti akan menjadi obyek liputan kita. Seperti saat liputan kemarau di sebuah daerah tentu seorang pewarta harus mencari tahu bagaimna sumber air di sana, apakah sudah ada bantuan air bersih dari pemerintah atau bagaimana dampak dari kemarau tersebut.
4.      Carilah fakta yang benar-benar unik dan lain serta beda dengan sudut pandang pewarta lain, maka itu berita yang kita susun akan memiliki daya tarik tersendiri.

B.  Wawancara
Wawancara adalah tanya-jawab antara pewarta dan nara sumber untuk mendapatkan keterangan atau pendapatnya tentang suatu hal atau peristiwa sebagai salah satu bahan menyusun berita.
Tujuan seorang pewarta melakukan wawancara adalah mengumpulkan informasi yang lengkap, akurat, dan faktual sebagai bahan untuk menyusun berita. Seorang pewawancara yang baik, selalu mencari sebuah pengungkapan atau wawasan (insight), pikiran atau sudut pandang dan memang menarik untuk diketahui. Jadi bukan sesuatu yang sudah secara umum didengar atau diketahui.
Dalam proses wawancara, pewarta benar-benar harus meredam egonya, dan pada saat yang sama harus melakukan pengendalian tersembunyi. Ini adalah sesuatu yang sulit. Pewarta harus mampu membuat nara sumber yang diwawancarai lebih banyak bicara dari pada biasanya. Itu pertanda proses wawancara yang kita lakukan berhasil.
Dalam proses wawancara, pewarta juga harus selalu memantau semua yang diucapkan oleh nara sumber, baik secara harfiah maupun melalui bahasa tubuh. namun begitu, tetap saja suasana santai tetap menjadi prioritas, agar nara sumbe tidak sedang merasa diintimidasi. Kondisi yang tidak nyaman akan membuat nara sumber terkadang pelit mengeluarkan keterangan.
Secara  garis besar ada beberapa hal yang perlu dilakukan berkaitan dengan wawancara, antara lain :
1.      Pastikan nara sumber yang akan kita wawancarai sesuai dengan topik berita atau peristiwa yang sedang terjadi.
2.      Siapkan wawancara guede (daftar pertanyaan) jika itu wawancara terencana.
3.      Jangan pernah memberikan pertanyaan dengan kesan tekanan kepada nara sumber. Meskipun kenyataannya nara sumber memang tertekan, hal itu harus disamarkan.
4.      Jangan pernah ulangi pertanyaan yang sama, karena akan mengurangi respek nara sumber kepada pewarta.
5.      Ada baiknya gunakan alat perekam untuk mengantisipasi pengingkaran keterangan dari nara sumber saat berita sudah tersaji.
6.      Gunakan teknik ‘runing question’ (Pertanyaan yang dilontarkan berdasarkan jawaban nara sumber dari pertanyaan sebelumnya).
7.      Biarkan nara sumber lebih banyak bicara dari pada pewarta.
8.      Jangan sekali-kali memberikan bantahan kepada nara sumber menggunakan pernyataan. Namun bantahlan pernyatan yang secara fakta pewarta anggap salah, menggunakan pertanyaan selanjutnya.

Selama mencoba dan yakinlah anda bisa, karena kunci penulis adalah bagaimana ia menulis, bukan bagaimana ia berpikir.

CONTOH WAWANCARA GUEDE (Panduan Wawancara)

Tema tulisan/berita     : Pelajar dan Kenakalan
Nara sumber               : Kapolsek Jatirogo, AKP Nur Chozin
Model pertanyaan       : Terbuka

1.      Menurut bapak siapa saja yang disebut golongan pelajar ?
2.      Apa saja yang menjadi tolak ukur seseorang itu disebut pelajar ?
3.      Kenakalan seperti apa yang rentan dilakukan oleh kalangan pelajar?
4.      Bagaimana langkah yang perlu ditempuh jika pelajar sudah atau sedang melakukan kenakalan ?
5.      Bagaimana langkah preventif/pencegahan agar pelajar tidak melakukan kenakalan ?
6.      Siapa yang harus bertanggung jawab jika pelajar melakukan kenakalan ?
7.      Bagaimana model pengawasan yang baik pada pelajar agar tidak melakukan kenakalan ?
8.      Ada pesan khusus untuk kalngan pelajar dari bapak Kapolsek ?



ARTIKEL/ESAI

A.  Pengertian
Karya tulis yang disusun untuk mengungkapkan pendapat seorang penulis atas suatu fakta/data/ pendapat orang lain berdasarkan rangkaian logika tersendiri. Atau bisa juga diartikan sebagai tulisan lepas berisi opini seseorang yang mengupas tuntas suatu masalah tertentu yang sifatnya aktual dan atau kontroversial dengan tujuan untuk memberitahu (informatif), mempengaruhi dan meyakinkan (persuasif argumentatif), atau menghibur khalayak pembaca (rekreatif).
Secara umum menulis artikel/esai hampir sama dengan menulis feature news. Sehingga seringkali artikel/esai ditulis dengan model piramida tidak terbalik. Meskipun banyak juga penulis yang saat menulis artikel menggunakan alur tak beraturan. Artinya tidak selalu tulisan mereka dibuat dengan model piramida tak terbalik atau terbalik. Seringkali tulisan mereka mengikuti alur yang dibuat oleh penulis itu sendiri.
B.  Karakteristik Artikel
1.    Ditulis dengan atas nama (by line story)
2.    Mengandung gagasan aktual dan atau kontroversial
3.    Gagasan yang diangkat harus menyangkut kepentingan sebagian besar khalayak pembaca
4.    Ditulis secara referensial dengan visi intelektual
5.    Disajikan dalam bahasa yang hidup, segar, populer, komunikatif
6.    Singkat dan tuntas
7.    Orisinal
C.  Struktur Artikel
1.     Judul
2.     Alinea Pembuka (Lead)
3.     Alinea Penjelas (Batang Tubuh)
4.     Alinea Penutup (Ending)
D.  Cara Menulis Artikel
1.     Pilih tema
2.     Tentukan judul (bisa juga ditentukan belakangan)
3.     Susun alinea pertama
4.     Uraikan tema dalam beberapa alinea penjelas (tergantung panjang-pendek tulisan)
5.     Perhatikan format/gaya penulisan (ilmiah atau populer?)
6.     Eksploitasi data/ referensi penting
7.     Simpulkan pendapat dalam alinea penutup (jadilah draf awal artikel)
8.     Edit ulang draf awal (judul bisa ditentukan saat ini)
E.   Memilih Judul
1.     Judul mewakili tema yang akan dibahas atau pendapat yang akan diajukan
2.     Singkat (3 – 7 kata) dan padat (sarat makna)
3.     Menarik, provokatif dan menggugah orang untuk membaca tulisan secara keseluruhan
4.     Gunakan istilah/idiom yang sedang populer
F.   Gaya Penulisan Artikel
1.    Deskriptif, memerikan fakta apa adanya secara detail
2.    Naratif, menguraikan fakta secara kronologis/ spasiologis
3.    Argumentatif, menjelaskan fakta dan sebab-akibat yang melatarinya



TEKNIK MENULIS ARTIKEL

Langkah pertama adalah tentukan tema yang akan kita tulis. Jangan terburu-buru menentukan judul tulisan, karena seringkali judul yang tepat akan muncul setelah tulisan jadi secara utuh Setelah itu, barulah mulai menyusun alenia pembuka (lead pertama) tulisan. Secara lebih rinci bisa dilakukan dengan langkah-langkah berikut :
A.  Menyusun kerangka tulisan
1.    Tentukan kira-kira ada berapa paragrap yang akan kita tulis dalam artikel tersebut.
2.    Rincikan pembahasan pada setiap paragrap yang akan kita tulis, misalnya pargrap 1, 2 dan 3 kita akan menulis tentang apa, dan selanjutnya.
3.    Siapkan referensi/rujukan yang akan kita gunakan dan tentukan dita
B.  Menyusun alenia pembuka (Pendahuluruh)
1.    Tulislah bahasa pengantar yang terkait dengan tema yang diambil.
2.    Rincikan isi setiap pargrap yang akan ditulis.
3.    Antarkan pembaca kepada masalah utama yang melatar-belakangi tema tulisan.
C.  Menyusun Alenia penjelas (Pembahasan)
1.    Rincikan isi setiap pargarap yang akan ditulis.
2.    Tulislah kembali masalah dan penyebabnya yang yang sudah kita jabarkan pada alenia pembuka.
3.    Pecahkan msalah yang kita tulis pada alenia pembuka tadi ke dalam beberapa pendapat.
4.    Tulislah sedikitnya dua versi pendapat tentang pemecahan masalah.
D.  Menyusun Alenia Penutup (Kesimpulan)
1.  Rincikan isi setiap paragraph yang akan ditulis.
2.  Tulislah secara analisis penyebab masalah yang terjadi pada tulisan yang ditulis.
3.  Tulislah langkah-langkah penyelesaian masalah yang ditulis pada tulisan.
4.  Berilah opini/pendapat utama mengenai tulisan dengan melihat hasil yang tertulis pada alenia penjelas.
E.   Referensi
Dalam sebuah artikel, referensi merupakan hal yang haru ada. Beberapa pendapat yang kita tulis dalam artikel sangat mungkin merupakan penapat orang lain yang sudah lebih dulu dipublikasikan. Secara umum ada beberapa model penulisan referensi dalam sebuah artikel :
1.    Catatan kaki (Footnotes)
Catatan kaki ditulis dengan format, Nama Penulis, nama buku (dicetak miring), penerbit, kota penerbit, tahun penerbit dan halaman tulisan yang kita ambil. Contoh, Ismawati, Lahirnya Majalah Ulumiyyah, PT Ulumiyyah Perkasa, Tuban, 2045, hlm 234.
Ada beberapa istilah singkatan yang digunakan dalam penulisan referensi model footnotes, antara lain :
a.    Ibid, Referensi yang diambil dari buku dan pengarang yang sama. Jika berbeda halaman, maka juga dicantumkan halamnnya. Namun jika sama halamannya maka cukup ditulis dengan Ibid.  Contoh, Ibid, hlm 231.
b.    Op. Cit, referensi yang bersumber dari buku dan pengarang yang sama sebelumnya, namun telah didahului oleh referensi lainnya. Harus diawali dengan nama pengarangnya. Jika halamannya sama, cukup ditulis Op. Cit, namun jika halamannya berbeda maka juga harus ditulis halamannya. Contoh, Ismawati, Op. Cit, hlm 221.
c.    Loc. Cit, sama dengan Op. Cit, Namun yang membedekannya adalah jika Op. Cit diguankan untuk referensi yang berupa buku, sedangkan Loc. Cit digunakan unruk referensi yang brupa artikel. Contoh, Ma’ruf, Loc. Cit, hlm 237.
2.      Catatan Dalam (middle notes)
Catatan dlam ditulis dalam kurung setelah kutipan, dengan model, nama pengarang : nama buku: halaman. Contoh, (Abdul Matin : Kiat-Kiat Menjadi Pengusaha Tempe : 543). Bisa juga ditambahi tahun penerbtan buku, seperti (Abdul Matin : Kiat-Kiat Menjadi Pengusaha Tempe : 543 : 2033).
3.    Catatan Akhir (endnotes)
Catatan akhir ditulis hampir sama dengan footnotes, namun letaknya adalah di akhir tulisan. Contoh, Rossy Fiana, Puisi-Puisi Kemerdekaan, PT Ulumiyyah Perkasa, Tuban, 2025, hlm 34.
4.    Daftar Pustaka
Daftar pustaka merupakan kumpulan identitas buku, artikel atau karya-karya yang kita gunakan untuk menyusun sebuah tulisan artikel. Daftar pustaka ditulis di akhir halaman secara terpisah, dengan format, nama pengarang, judul buku, penerbit, kota penerbit, tahun penerbit. Dalam daftar pustaka halaman yang kita kutip tidak perlu kita cantumkan. Contoh, Abdul Ghofur, Sejuta Pesona Bermain Drama, PT Ulumiyyah Perkasa, Tuban, 2018.




CONTOH ARTIKEL/ESAI

Kunci Sukses Penulis Adalah Menulis
Oleh : Bledeg Biru *)

Menulis itu bagaimana kita menuangkan ide, perasaan atau pengamatan melalui sebuah tinta atau sejenisnya. Menulis itu, bukan bagaimana kita berfikir untuk bisa menulis. Namun, sesungguhnya menulis itu satu dari banyak tindakan jujur yang dilakukan oleh seseorang. Karena, menulis itu menuangkan apa yang ada dalam pikiran, perasaan atau pengamatan kita melalui coretan, dengan apa adanya, tidak lebih dan tidak kurang.
Banyak orang yang sebelumnya sudah merasa inferior atau kurang percaya diri untuk mulai menulis. Padahal, untuk menulis kita hanya butuh membuat topik tulisan. Jika kita berpedoman pada filosofi ‘menulis adalah menuangakn suatu hal melalui coretan dengan apa adanya’, tentu semuanya akan berjalan jauh lebih mudah. Karena, tulisan ideal hanya lahir dari seorang penulis yang menuangkan suatu hal dengan apa adanya, bergantung apa yang sedang ia pikirkan, rasakan atau amati.
Memang benar  adanya, kunci sukses penulis adalah menulis. Penulis sering lahir bukan karena ulung pikiannya. Banyak penulis yang justru lahir karena kegemarannya menilai, merasakan atau mengamati apa yang ada di sekitar, sesuai sudut pandangnya. Andrea Hirata, salah seorang penulis yang cukup fenomenal saat ini, jika dicermati melahirkan banyak tulisan karena pengamatannya, bukan hasil ia ‘berpikir’. Novel Laskar pelangi yang booming sekitar tahun 2009 lalu adalah hasil dari perasaan dan pengamatannya sejak kecil pada proses hidup yang ia alami. Itu salah satu bukti, ia menulis dengan bercerita apa adanya, tidak lebih dan tidak kurang.
Namun begitu, secara ideal ada beberapa hal yang perlu dimiliki oleh seorang yang bermimpi menjadi penulis sukses. Pertama, tanamkan pada mindset kitabahwa menulis adalah panggilan hati, bukan sebuah tuntutan. Jika kita bisa menanamkan itu pada diri kita, maka menulis akan lebih tulus dan sangat ‘apa-adanya’. Sesuai dengan apa yang kita rasakan dan amati.
Menulis adalah panggilan hati, itu berarti setiap kita menulis akan selalu berangkat dari rasa cinta kita terhadap karya tulis, tanpa beban dan tanpa tuntutan. Bahkan, sekalipun itu menulis topik yang sangat sederhana. Karena, apapun itu bisa tergambar dari sebuah coretan.
Kedua, membaca tulisan orang lain. Seringkali seorang penulis terlalu sombong, hingga tiada karya yang ia baca selain karya dirinya sendiri. Padahal sangat mungkin itu keliru. Tulisan yang renyah dan indah, justru seringkali dihasilkan setelah penulis banyak membaca tulisan orang lain. Dengan melihat hasil tulisan orang lain, maka seorang penulis akan mampu memperkaya model atau varian tulisannya. Tentu, dengan kharakter tulisan yang sudah ada pada dirinya.
Namun begitu, perlu diingat setiap penulis memiliki kharakter yang masing-masing berbeda. Ada penulis yang cenderung suka pada model feature (Tulisan yang lebih banyak berdasarkan pandangan subyektif penulis). Namun ada juga penulis yang lebih suka menggunakan model straight (Menulis apa adanya atas hasil pengamatan suatu topik).
Ketiga, buatlah kerangka tulisan. Tulisan yang baik selalu runtut dan berkesinambungan antar satu bahasan dengan bahasan lainnya. Untuk membuat tulisan seperti itu, biasanya setiap penulis akan menentukan kerangka tulisan yang ditulisnya. Tujuannya adalah, agar antar satu bahasan dengan bahasan lain tidak terputus dan tetap terkait. Contoh sederhana adalah, ketika kita akan menulis satu topik sebanyak delapan paragrap. Maka, kita harus sudah menentukan apa isi dari setiap paragraf tersebut.
Langkah ini mungkin dianggap terlalu ribet dan kuno. Banyak penulis yang sudah jarang melakukannya. Namun, sesungguhnya membuat kerangka tulisan sebelum mulai menulis akan memudahkan penulis memahami gambaran umum tulisannya, sebelum benar-benar berwujud naskah.
Keempat, hindari bahasa kompleks. Tulisan yang baik sekalipun kadang akan sulit dipahami oleh pembaca, karena bahasanya terlampau kompleks. Banyak penulis yang terjebak dalam pemahaman subyektifnya. Penulis menganggap kompleksitas bahasa dalam tulisannya itu bisa dipahami dengan mudah oleh pembaca, seperti dirinya. Namun harus diingat, kita menulis bukan hanya untuk diri kita, namun juga untuk orang lain.
Sebuah tulisan yang menurut pandangan penulisnya itu indah, bernilai tinggi dan sensasional, akan menjadi sia-sia, karena tolak ukur bahasanya hanya dirinya. Padahal, belum tentu pembaca akan bisa memahmi model bahasa yang oleh penulisnya dianggap indah itu.
Kelima, buatlah sebuah kesimpulan. Tulisan apapun, akan menjadi ‘liar’ dan tak berujung jika tidak memiliki kesimpulan akhir. Muara dari sebuah tulisan adalah kesimpulan dari topik yang sedang ditulis. Jika sebuah tulisan tidak memiliki kesimpulan apapun, itu sama saja seperti membawa seseorang dalam perjalanan tanpa tujuan jelas. Perlu diingat, kesimpulan dalam tulisan akan memberikan pembaca kata kunci dan kesan mendalam tentang topik yang diangkat.
Kelima hal di atas bukan mutlak menjadi pengantar bagi seorang yang ingin menjadi penulis sukses. Namun, setidaknya dengan kelima hal itu, kita akan mulai melangkah menjadi seorang penulis sukses. Itu karena, kunci sukses penulis adalah bagaimana ia menulis, bukan bagaimana ia berpikir.
*) Penulis dan penikmat tulisan.

MENCARI PENAWAR DISKURSUS POLITIK
Oleh : Moch. Ilyas Al-Musthofa*)

Sebagaimana sering muncul dalam setiap kajian ilmu politik, bahwasanya kata politik yang berasal dari bahasa Yunani mempunyai makna yang serba berkaitan dengan keteraturan atau bahkan kesopanan. Bahkan Aristoteles menyebut ilmu politik sebagai seni tertinggi dalam mewujudkan kebaikan bersama. Hal ini dikarenakan, masih menurut Aristoteles, implementasi ilmu poltik lebih banyak " dilayani " oleh disiplin ilmu-ilmu yang lain.[1] Dan dari referensi sederhana tersebut, sudah semestinya politik secara nyata dan benar difungsikan sebagai alat untuk menciptakan keteraturan juga kesopanan di tengah kemajemukan hidup bermasyarakat, bukan sebaliknya malah menciptakan ketidakteraturan di tengah masyarakat. Tidak cukup politik, bahkan aktor-aktor dari politik itu sendiri juga seharusnya ikut andil memperjuangkan keteraturan tersebut, tentunya melalui tindakan-tindakan riil yang mencerminkan makna dasar politik.
Di Indonesia sendiri, proses dan agenda politik selalu berjalan dengan heroic yang kadang kala lebih berkesan heroiknya dibandingkan hasil dari proses atau agenda politik tersebut. Dan secara umum, proses dan agenda politik yang terjadi lebih banyak diwaranai oleh diskursus atau penyelewengan politik yang sebenarnya terbentuk bukan karena masyarakat atau actor politik tidak mengetahui hal tersebut, tetapi lebih karena hal tersebut sudah terkesan mengarah kapada sesuatu yang bersifat budaya. Sehingga membutuhkan perjuangan yang sangat keras untuk meluruskan diskursus-dirkursus yang terjadi dalam dunia politik kita.
Diskursus politik sendiri adalah sesuatu yang ibarat hukum Agama adalah haram secara mutlak. Diskursus politiklah yang ikut andil bagaimana fenomena-fenomena negative seperti korupsi, banyak terjadi di birokrasi pemerintah. Tidak pandang bulu siapa pelaku korupsi, entah itu pejabat yang secara spiritual-lahiriah terlihat mumpuni, ataupun pejabat yang secara identitas menganut theisme, tetapi tidak bersyari'at. Yang jelas semua itu merupakan bagian dari kategori dirkursus politik yang memang harus diminimalkan atau kalau bisa dihilangkan sama sekali. Namun demikian, bukan berarti diskursus politik merupakan harga mati, dengan kata lain sulit atau tidak bisa dihilangkan. Ibarat hukum alam, ada penyakit ada juga obatnya, sehingga tentunya persoalan diskursus politik sangat terbuka untuk dicarikan jalan keluarnya. Tergantung bagaimana usaha setiap yang merasa bertanggung jawab untuk merubah hal itu. Bagaimana caranya ? hal ini yang oleh penulis akan dicoba untuk dipecahkan.
Dewasa ini diskursus politik telah menjalar hampir ke setiap sendi konfigurasi politik, baik itu yang paling legal semacam pemerintah, ataupun konfigurasi-konfigurasi yang bersifat " eksta-pemerintah ". Diskursus politik bisa jadi menjadi alat yang " serba-bisa " dalam mewujudkan orientasi pribadi seseorang yang kebetulan mempunyai kesempatan mambuat dan melestarikan dirkursus politik. Lebih parahnya adalah mulai dari proses politik yang terjadi di tingkatan pusat ataupun aras lokal semuanya tidak terlepas dari adanya dirkursus-diskursus yang hingga saat ini belum belum ada titik terang pemecahannya. Di samping sangat komplek, hal ini juga dikarenakan diskursus bukan hanya persoalan sistem, lebih dari itu diskursus yang terjadi juga sedikit banyak dipengaruhi oleh factor psikologis.
Saat ini yang paling tepat kita lakukan adalah bagaimana persoalan diskursus politik bisa ditelaah dan dicarikan penawar yang mujarab. Pertama, persoalan sistem birokrasi. Birokrasi merupakan jalur yang boleh dikatakan menjadi sesuatu yang pokok dalam proses ataupun agenda politik. Sehingga semestinya birokrasi diatur sedemikian proporsional dalam setiap pendistribusian kepentingan-kepentingan politik baik dari atas ke bawah, maupun bawah ke atas. Persoalan yang paling terlihat mengenai hal ini, adalah bahwa birokrasi yang merupakan alat cukup vital bagi kelangsungn proses politik pemerintah, ternyata mengalami penggelembungan yang sangat signifikan bila dilihat dari aspek efisiensi. Keberadaan DPD di MPR yang " hanya " sebagai pelengkap adalah fenomena birokrasi yang terlalu menggelembung. Mestinya, jika dilihat dari fungsinya yang hanya memberikan masukan saja tanpa mempunyai legalitas membuat kebijakan, DPD dibubarkan. Hal ini tentunya akan memperirit pengeluaran Negara. Atau kalau tidak dibubarkan DPD mestinya diberikan porsi yang lebih " parsitipatif " untuk lebih mengoptimalkan fungsinya sebagai wakil dari lokalitas.
Kedua, optimalisasi partai politik. Partai politik idealnya berfungsi sebagai penjembatan antara kepentingan masyarakat dengan pemerintah. Dengan kata lain, partai politik menjadi salah satu pos untuk menyalurkan atau memperjuangkan kepentingan masyarakat. Tetapi yang terjadi adalah, partai politik saat ini terkesan berfugsi hanya secara formil. Partai politik akan berani berkorban seolah mewujudkan kepentingan rakyat adalah ketika masa menjelang pemilu. Selain itu, " laa Yahya Walaa Yamutu ", tidak mati tapi juga tidak hidup. Kita lihat fenomena di tubuh PKB. PKB adalah salah satu partai politik yang sudah cukup familiar di telinga masyarakat, khususnya wargaa Nahdhiyyin. Tetapi apa yang terjadi ketika muktamar di Semarang. PKB terpecah kepada dua kelompok, yang penulis yakini tidak hanya dipengaruhi oleh ideologis semata, lebih dari itu hal tersebut dipengaruhi oleh kepentingan seseorang yang kebetulan mempunya kharismatik di kalangan pengikut PKB. Yang jeles, jangan sampai partai politik terkesan eksklusif yang hanya mewakili kepentingan beberapa personal. Partai politik harus benar-benar proporsional, inklusif dan memperjuangkan kepentingan rakyat, tidak pandang bulu ber-background apa rakyat, yang terpenting rakyat bisa merasa terbantu.
Ketiga, eksekutif dan legislatife. Pemerintah dan legislatife harus menyadari fungsinya masing-masing. Jangan sampai terjadi kesalahpahaman yang bersumber dari kepentingan kelompok. Kedua lembaga ini sudah semestinya bekerja sama secara rapi, bahu-membahu mempertanggung jawabkan kapasitas masing-masing. Kasus yang terjadi adalah pemerintah ataupun DPR, dalam beberapa hal lebih terlihat mewakili kepentingan kelompok dari pada kepentingan masyarakat umum. Ketika gencarnya konflik aliran dana DKP, yang oleh sebagian orang disebut sebagai persoalan politik, antara Presiden dan Amin Rais terjadi, PAN dengan sangat terbuka membela mati-matian Amin Rais. Yang jadi pertanyaan disini adalah begaimana jika yang berkonflik bukan Amin Rais ? mungkin saja jawabannya akan lain. Dan satu hal yang menarik dari konflik tersebut adalah PAN dengan amat gagah merubah haluan partai dari yang pro-pemerintah menjadi bebas kritis. Bagi penulis, bebas kritis disini, secara empiris sama dengan partai oposan.
Keempat, peranan IQ, IE dan IS. IQ adalah kecerdasan yang meliputi kemampuan mengerjakan sesuatu. Dalam hal ini, kita tidak meragukan kapaitas pemimpin-pemimpin kita. Mungkin kalau menggunakan tolak ukur, beliau-beliau berada pada level top IQ. IE, secara umum juga menjadi kharakteristik pemimpin kita. Bakti sosial menjelang pilkada ataupun pilgub adalah bukti riil. Tapi sayang, hanya waktu-waktu tertentu IE pejabat kita terlihat bagus, tetapi pada waktu-waktu yang lain jauh dari kata bagus. Dirkursus-diskursus politik juga banyak yang dikarenakan IE kurang memadai. Rasa kurang puas karena masuk dalam daftar revisi cabinet misalkan, adalah salah satu contoh diskursus yang lebih banyak dipengaruhi oleh ketidak-sesuaian menerapkan IE. Sehingga kadang-kala ketidak-puasan suatu hal dilamlpiaskan dengan sesuatu yang menrugikan masyarakat. (Sarminto : IQ, EQ dan SQ : 2004 : 151)
Selain kedua kecerdasan diatas, masih ada satu kecerdasan lagi yang sebenarnya lebih universal aplikasinya, yakni kecerdasan spiritual ( IS ). Dalam nilai normative, sebenarnya IS mewilayahi kedua kecerdasan sebelumnya.[2] Sehingga IS adalah jawaban yang paling tepat dari sisi psikologis guna memberantas atau menghilangkan diskursus politik. Tetapi kenapa banyak pejabat yang secara eksternal-lahiriyah terlihat memiliki IS yang memadai, malah terjerat kasus korupsi. Memang kecerdasan yang satu ini cenderang bersifat abstrak, dalam artian tidak bisa diukur secara rasional. Dan juga perlu dipahami bahwa IS terbagi kepada tiga aspek, yakni, mengetahui, memahami dan meng-aplikasikannya. Tidak bisa IS hanya diukur dari satu atau dua aspek saja melainkan harus diukur secara keseluruhan. Jadi, sederhananya adalah seseorang yang bertitel kyai pun, belum tentu cerdas secara spiritual, tergantung bagaimana ketiga dari aspek IS tersebut teraktualisasi.

* Penulis adalah mahasiswa semester akhir jurusan Ilmu Pemerintahan STPMD APMD Yogjakarta.








[1] Dikutip dari Awalnya politik itu indah, oleh Khomarudin Hidayat, Kompas, Jum'at, 13 September 2002.
[2] Suharsono, Melejitkan IQ, IE dan IS, Inisiasi press, Depok. Hlm 134.

1 komentar Blogger 1 Facebook

 
Majalah Al-Ittihad © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top